Senin 31 Aug 2020 15:02 WIB

Susu Segar Diusulkan Jadi Barang Pokok Demi Naikkan Konsumsi

Dengan masuknya susu sebagai barang pokok, minat usaha sapi perah akan meningkat.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Peternak sapi perah memerah susu di Desa Kresek, Wungu, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Sabtu (9/5). Susu segar diusulkan menjadi barang pokok penting bagi masyarakat untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri.
Foto: Antara/Siswowidodo
Peternak sapi perah memerah susu di Desa Kresek, Wungu, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Sabtu (9/5). Susu segar diusulkan menjadi barang pokok penting bagi masyarakat untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Susu segar diusulkan menjadi barang pokok penting bagi masyarakat untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri. Pasalnya, tingkat konsumsi dalam negeri masih cenderung rendah dibanding negara-negara kawasan ASEAN.

Ketua Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KSPBU), Dedi Setiadi, mendorong adanya regulasi pemerintah untuk menjadikan susu sebagai barang pokok penting. Ia menilai hal itu selain meningkatkan konsumsi tentunya berdampak pada meningkatnya minat peternak dalam usaha sapi perah.

Baca Juga

"Saya berharap peternak dilindungi, kalau peternakan rakyat hilang, maka pengangguran akan bertambah," kata Dedi dalam webinar Pusat Kajian Pertanian dan Advokasi, Senin (31/8).

Dedi mengatakan, KPSBU sebagai koperasi susu terbesar di Indonesia kini telah memiliki anggota 7.552 orang dengan total populasi sapi 21.850 ekor. Dari populasi tersebut, tingkat produktivitas sapi sekitar 150 ton per hari. Adapun, tingkat kelahiran anak sapi rata-rata 750 ekor per bulan dan menjadi calon penghasil SSDN.

Dengan terus bertambahnya populasi sapi, Dedi, menekankan iklim bisnis sapi perah yang menghasilkan susu segar harus mendapatkan perhatian pemerintah. Sebab, jika gairah bisnis mengalami penyusutan para peternak terancam kehilangan pekerjaan dan pengangguran bertambah.

Sementara itu, pakar peternakan IPB University, Epi Taufiq, menambahkan, data Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) tahun 2017 menunjukkan, dari total konsumsi protein, protein hewani yang dikonsumsi masyarakat Indonesia hanya memiliki porsi 8 persen. Angka itu jauh di bawah Malaysia sebesar 30 persen, Thailand 24 persen, dan Filipina 21 persen.

Sementara itu, angka impor susu yang menjadi sumber protein hewani terus mengalami peningkatan. Epi menjelaskan, pada era Orde Baru dahulu, komposisi pemenuhan susu nasional yakni 40 persen susu segar dalam negeri dan 60 persen impor.

"Saat ini 20 persen dalam negeri 80 persen impor. Ini terjadi penurunan. Kita justru memperkaya peternak diluar negeri," kata Epi.

Lebih lanjut, Epi menggaris bawahi prioritas nasional ketiga dalam program prioritas pemerintah tahun 2021 untuk meningkatkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing. Hal itu semestinya didukung dari aspek pemenuhan gizi, termasuk protein yang bersumber dari susu.

Oleh karenanya, senada dengan Dedi, ia menilai susu memiliki urgensi untuk menjadi barang pokok penting yang ditetapkan pemerintah. Sebab status tersebut ecara langsung akan mempengaruhi kebijakan pemerintah terhadap komoditas susu untuk dikonsumsi masyarakat. Di satu sisi memberikan kepastian usaha dan produksi bagi sekitar 143 ribu peternak sapi perah rakyat di Indonesia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement