Senin 31 Aug 2020 16:27 WIB

PPNI Catat 70 Perawat Wafat Selama Pandemi Covid-19

Keluhan pemenuhan kebutuhan APD masih terjadi di rumah sakit swasta dan puskesmas.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andri Saubani
Petugas PPSU kelurahan Bukit Duri, Jakarta menyelesaikan pembuatan mural tentang Covid-19, Jakarta, Senin (10/8). Jumlah positif Covid-19 di Indonesia terus meningkat termasuk tenaga kesehatan juga ikut menjadi korban. (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika
Petugas PPSU kelurahan Bukit Duri, Jakarta menyelesaikan pembuatan mural tentang Covid-19, Jakarta, Senin (10/8). Jumlah positif Covid-19 di Indonesia terus meningkat termasuk tenaga kesehatan juga ikut menjadi korban. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadillah mengatakan, setidaknya ada 70 perawat telah meninggal dunia selama pandemi Covid-19 hingga Senin (31/8). Sebelumnya, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) juga melaporkan 100 dokter gugur dalam penanganan Covid-19.

"70 orang, hari ini 70 perawat yang wafat, seluruh Indonesia," ujar Harif saat dihubungi Republika, Senin (31/8).

Baca Juga

Ia mengatakan, seluruh pihak seharusnya berkomitmen berupaya menjaga keselamatan tenaga kesehatan. Pertama, mulai dari fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas harus menjamin peningkatan keselamatan untuk petugas medisnya

Misalnya, penyediaan alat pelindung diri (APD) yang cukup dan sesuai. Menurut Harif, keluhan mengenai pemenuhan kebutuhan APD ini mulai berkurang dibandingkan pada saat awal kasus positif Covid-19 ditemukan di Indonesia, terutama pada rumah sakit rujukan dan rumah sakit pemerintah.

Keluhan pemenuhan kebutuhan APD masih terjadi di rumah sakit swasta dan puskesmas. Kemudian, menjaga lingkungan kerja para petugas kesehatan sesuai dengan aturan pencegahan pengendalian infeksi (PPI).

"Bila dimungkinkan untuk meningkatkan asupan-asupan suplemen untuk meningkatkan daya tahan, nutrisi para tenaga kesehatan," kata Harif.

Selain itu, lanjut dia, sangat perlu juga untuk pemeriksaan secara rutin kepada petugas kesehatan dengan tes PCR (polymerase chain reaction). Pemeriksaan rutin untuk petugas pelayanan kesehatan harus dilakukan setiap dua pekan sekali sesuai pedomannya.

Melalui pemeriksaan rutin itu, penanganan awal dapat segera dilakukan seperti isolasi dan perawatan untuk mencegah kondisi yang lebih buruk, terutama pada petugas kesehatan mempunyai komorbid atau penyakit penyerta. Lalu, kata Harif, perlu juga pengaturan jam kerja dan beban kerja yang tidak berat, terutama pada mereka yang berusia di atas 50-55 tahun.

"Misalnya di atas 55 tahun atau 50 tahun mereka harus dinas pagi, sore, malam, saya kira jangan. Kemudian yang mempunyai komorbid, saya kira juga harus kita pertimbangkan untuk tidak memberikan pelayanan di garis depan," tutur Harif.

Ia menambahkan, sejumlah upaya-upaya itu harus dijamin terlaksana oleh pemilik atau pimpinan di masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan. Pemerintah juga harus mendorong hal itu semua agar terjadi.

Harif juga juga meminta, pihak-pihak lain harus bersama-sama berkomitmen untuk memastikan petugas kesehatan yang menjadi garda terdepan penanganan pandemi Covid-19 mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan. Dengan demikian, mereka tidak menjadi korban dan gugur dalam menghadapi wabah ini.

Pada hari ini, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) melaporkan sebanyak 100 dokter meninggal dunia dalam penanganan pandemi Covid-19. Hal itu disampaikan melalui unggahan akun Twitter resmi PB IDI pada Senin (31/8) yang sudah dikonfirmasi Republika kepada PB IDI Bidang Kesekretariatan, Protokoler dan Public Relation, Halik Malik.

"Sejawat sekalian, sejawat dokter yang gugur dalam penanganan Covid-19 sudah mencapai 100. Demikian juga petugas kesehatan lainnya yang gugur juga bertambah," dikutip unggahan berupa gambar di akun @PBIDI.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement