REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Metro Jaya terus melakukan pengembangan dalam pengungkapan praktik aborsi ilegal di sebuah klinik di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu. Polisi kembali menangkap satu tersangka yang berperan sebagai customer service (CS) berinisial J (25 tahun).
"Dia CS dan menghitung untuk menetukan harga untuk aborsi," Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus di Mapolda Metro Jaya, Senin (31/8).
Yusri menjelaskan, selain menentukan harga, tersangka J juga bertugas menyimpan seluruh uang yang diduga hasil pelaksanaan aborsi di klinik tersebut. Dia menyebut, polisi menemukan uang mencapai Rp 880 juta di dalam rekening milik tersangka.
"Dialah yang meyimpan keuangan dari aborsi ini. Kita temukan Rp 881.500.000 dari rekening yang bersangkutan. Kita masih dalami lagi ini," ungkap Yusri.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, sambung dia, tersangka J mengaku telah bekerja di klinik tersebut selama lima tahun. Pihak kepolisian pun masih terus menyelidiki kasus tersebut.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya mengungkap klinik aborsi di Jalan Raden Saleh I, Senen, Jakarta Pusat, Senin (3/8) lalu. Polisi menangkap 17 orang dan telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Mereka terdiri dari tiga orang dokter, satu bidan, dua perawat, dan empat orang sebagai pengelola klinik yang memiliki tugas untuk negosiasi, menerima pasien dan membagi uang.
Kemudian, adapula empat orang yang memiliki tugas untuk antar-jemput pasien, membersihkan janin yang telah digugurkan, menjadi calo, dan membelikan obat. Para tersangka masing-masing berinisial dr SS, dr SWS, dr TWP, EM, AK, SMK, W, J, M, S, WL, AR, MK, WS, CCS, HR, dan LH.
Klinik tersebut diketahui telah beroperasi selama lima tahun. Namun, berdasarkan data-data yang disita polisi saat menggeledah tempat itu, dalam kurun waktu satu tahun terakhir, yakni sejak Januari 2019 hingga 10 April 2020 tercatat ada 2.638 pasien yang mendatangi klinik tersebut. Dalam sehari, klinik tersebut mampu menangani lima hingga tujuh pasien untuk melakukan aborsi.
Polisi menyebut, klinik tersebut mendapatkan omzet mencapai Rp 70 juta per bulan. Keuntungan itu kemudian dibagikan kepada setiap tersangka sesuai dengan peran dan tugas masing-masing. Sebanyak 40 persen dari keuntungan itu diberikan kepada tenaga kesehatan atau jasa medis.
Kemudian 40 persen lainnya diberikan kepada para calo. Sedangkan 20 persen sisanya untuk pihak pengelola klinik tersebut.
Sementara itu, untuk tarif pelayanan aborsi dipatok berbeda-beda tergantung dari usia kandungan, mulai dari Rp 1,5 juta sampai Rp 9 juta. Semakin tua usia kandungan, maka biaya aborsinya pun semakin mahal.
Klinik tersebut mencari pelanggan dengan menggunakan jasa calo dan dari mulut ke mulut oleh pasien yang pernah melakukan aborsi di sana. Klinik itu tidak mempromosikan jasanya melalui media sosial.
Polisi juga turut menyita sejumlah barang bukti dari klinik tersebut. Di antaranya, berbagai macam alat praktik jedokteran, obat-obatan hingga uang tunai senilai Rp 51 juta.
Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Pasal 299 KUHP dan atau Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 349 KUHP dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan atau Pasal 77A jo Pasal 45A Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Dengan ancaman hukuman 10 tahun.