REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) berjanji melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam prapenuntutan dugaan suap dan gratifikasi tersangka Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Juru Bicara Kejakaan Agung (Kejakgung) Hari Setiyono mengatakan, pelibatan lembaga antikorupsi tersebut, sebagai respons desakan publik atas transparansi penyidikan skandal hukum terpidana Djoko Sugiarto Tjandra tersebut.
"Untuk menjawab keraguan publik, kami akan kordinasi dan supervisi (dengan KPK). Dan nanti secara transparan, ketika perkara akan naik ke penuntutan (tahap satu), kami akan lakukan gelar perkara dengan kawan-kawan dari KPK," kata Hari saat ditemui di Biro Pers Kejakgung, di Jakarta, pada Senin (31/8).
Kejakgung, kata Hari, memaklumi keraguan publik atas independensi pengungkapan skandal hukum Djoko yang melibatkan Jaksa Pinangki. Namun, Hari menegaskan, penyidikan di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejakgung sudah tampil profesional. Pun kata dia, penyidikan yang berjalan, sudah berlangsung transaparan dan cepat.
Hari melanjutkan, hal itu dibuktikan dengan rentang pengungkapan yang ringkas saat pencopotan jabatan Pinangki, sampai penetapan tersangka. Pun, dalam proses lanjutan penetapan Djoko sebagai tersangka tambahan.
"Jadi kalau dikatakan (Kejakgung) lelet (lamban). Kita ingin tahu, yang bagian mana lelet-nya," ucapnya.
JAM Pidsus, pun, kata Hari, lebih punya kapasitas dan kompetensi dalam penyidikan korupsi dibandingkan KPK. Sebab menurut Hari, sumber daya manusia di bidang penyidikan, pun penuntutan di KPK, salah satunya berasal dari personil Korps Adhyaksa.
"Kami (Kejakgung) punya penyidikan, punya penuntutan. Demikian juga di KPK. Pertanyaannya, penuntut di KPK itu, dari siapa? Jaksa juga," jelas Hari.
Namun begitu, kata Hari, penyidikan di JAM Pidsus bersedia menerima saran, bahkan masukan, dan tambahan informasi terkait penyidikan Pinangki dan Djoko Tjandra. "Kordinasi dan supervisi bisa dilakukan setiap saat. Setiap saat kawan-kawan di KPK, boleh menanyakan, bisa menambah, bisa memberikan data, juga memberikan informasi untuk penyidikan, agar kami (Kejakgung) bisa bekerja maksimal," ujarnya.
Terkait perkembangan penyidikan Pinangki, dan Djoko pada Senin (31/8), tim dari Bareskrim Polri dan JAM Pidsus melakukan pemeriksaan lanjutan. Di JAM Pidsus, penyidikan kembali memeriksa Djoko sebagai tersangka. Pemeriksaan (31/8), merupakan kali yang ketiga. JAM Pidsus, sebelumnya pernah memeriksa Djoko, pada Selasa (25/8), dan Rabu (26/8), sebagai saksi untuk Pinangki. Pada Kamis (27/8), penyidik menetapkan terpidana korupsi Bank Bali 1999 itu sebagai tersangka.
Djoko, dituding memberikan uang senilai 500 ribu dolar AS, atau setara Rp 7,5 miliar untuk Pinangki. Pemberian tersebut, diduga untuk mengatur upaya pembebasan Djoko sebagai terpidana atas vonis Mahkamah Agung (MA) 2009. Upaya pembebasan tersebut, Pinangki lakukan dengan mencari jalur penerbitan fatwa bebas dari MA, dan pengaturan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel).
Atas dugaan tersebut, Djoko dijerat sangkaan Pasal 5 ayat (1) a, atau b, atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) 31/1999 dan 20/2001. Sedangkan tersangka Pinangki, sebagai penerima suap dan gratifikasi, dijerat dengan Pasal 5 ayat (2), atau Pasal 11, dan Pasal 12 a atau b, serta Pasal 15 UU Tipikor. Sampai saat ini, tim penyidikan di JAM Pidsus, belum melimpahkan berkas penyidikan awal, ke divisi penuntutan untuk disorongkan ke persidangan. Namun, Direktur Penyidikan JAM Pidsus Febrie Adriansyah, pernah berjanji untuk secepatnya melimpahkan hasil penyidikan ke penututan.