Senin 31 Aug 2020 21:54 WIB

Jadi Benteng Terakhir, Tenaga Media RS Harus Dipertahankan

kombinasi 3M dan 3T masih harus terus ditingkatkan karena masih belum optimal.

Rep: ali mansur/ Red: Hiru Muhammad
Petugas medis memeriksa kantong berisi plasma konvalesen dari pasien sembuh COVID-19 di Unit Tranfusi Darah (UTD) Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta, Selasa (18/8/2020). Pengambilan plasma konvalesen pasien sembuh COVID-19 yang menggunakan alat apheresis bertujuan untuk membantu penyembuhan pasien terkonfirmasi COVID-19.
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Petugas medis memeriksa kantong berisi plasma konvalesen dari pasien sembuh COVID-19 di Unit Tranfusi Darah (UTD) Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta, Selasa (18/8/2020). Pengambilan plasma konvalesen pasien sembuh COVID-19 yang menggunakan alat apheresis bertujuan untuk membantu penyembuhan pasien terkonfirmasi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota DPD RI Fahira Idris mengatakan jika diibaratkan perang, maka Covid-19 musuhnya. Kemudian strategi paling tepat untuk bisa memenangkan perang ini adalah menghadang musuh tersebut langsung di daerah perbatasan. Sementara Tenaga Medis dan Rumah Sakit (RS) adalah benteng terakhir.

“Jangan biarkan musuh tersebut merangsak masuk ke ‘wilayah teritorial’ kita apalagi mendekati benteng terakhir pertahanan kita. Karena jika musuh tersebut berhasil masuk, menguasai dan melumpuhkan benteng terakhir pertahanan, maka kita sudah kalah perang," ujar Fahira dalam siaran pers, Senin (31/8).

Menurut Fahira, strategi agar Covid-19 tidak mendekati benteng pertahanan terakhir ini adalah kombinasi menjaga jarak, mencuti tangan dan memakai masker (3M) serta test tracing dan teatment (3T) atau tingkatkan kemampuan testing di seluruh wilayah sesuai standar WHO. Juga intensifkan tracing dan memastikan kesiapan fasilitas kesehatan atau treatment yang menjadi tugas Pemerintah. Saat ini, jelas Fahira, kombinasi 3M dan 3T masih harus terus ditingkatkan karena masih belum optimal. 

Penerapan 3M di masyarakat masih sangat variatif dan belum sepenuhnya dijalankan dengan penuh disiplin. Sementara 3T terutama testing di semua wilayah. Saat ini hanya Provinsi DKI Jakarta satu-satunya wilayah yang memiliki pengujian Covid-19 di atas standar minimum WHO. Minimnya testing membuat tracing dan treatment juga tidak maksimal.

“3M dan 3T ini jadi ‘amunisi’ untuk mengusir Covid-19 agar tidak melumpuhkan benteng pertahanan terakhir kita (tenaga medis dan rumah sakit). Jika ‘amunisi’ ini tidak diisi penuh atau tidak dijalankan maksimal maka kita membuka jalan bagi virus untuk melumpuhkan benteng pertahanan terakhir kita," kata Fahira. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement