REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pembakaran Alquran dan Islamofobia di Swedia dan Eropa merupakan warisan sejak Perang Salib dahulu. Menurut dia, perang itu menjadi sangat membekas di ingatan masyarakat Eropa.
“Sehingga, sampai saat ini Muslim dinilai menjadi musuh mereka,” ujar sejarawan Islam, Tiar Anwar, kepada Republika.co.id Senin (31/8).
Dia mengatakan, kebencian pada Islam sebenarnya juga telah ditekankan turun temurun sejak perang tersebut. Bahkan, pemikiran itu telah tumbuh berkembang di komunitas masyarakat dan lembaga pembelajaran di sana. “Dan jika ada penyerangan terhadap umat Islam, narasi perang salib itu ya dilakukan juga terus menerus,’’ katanya.
Dia menegaskan, pembakaran Alquran di Swedia dan Islamofobia merupakan kaitan alami dari sejarah perang dua agama di masa lalu. Umat Muslim yang kala itu menang, dinilainya menjadi pihak yang menjadi ancaman dan dendam bagi Eropa, bahkan hingga kini.
“Memori terhadap perang salib itu membuat mereka sangat benci terhadap umat Islam, karena yang mengalahkan mereka itu adalah Islam,” ucapnya.
Islam, kata dia, dilihat masyarakat Eropa sedang mendapatkan kembali kejayaanya. Utamanya, setelah terpuruk pada masa kolonial dulu. “Contoh konkretnya adalah Indonesia sendiri, saat kolonial Indonesia terpuruk, tapi sekarang sudah lebih baik,’’ tuturnya.
Dia melanjutkan, Turki dan beberapa negara Timur Tengah saat ini juga dinilai menjadi ancaman oleh Eropa dan pihaknya. Pasalnya, kemajuan itu berbanding terbalik dengan negara-negara di Eropa yang saat ini mulai terpuruk.
Dia mengakui, pada saat masa kolonial, Eropa dan berbagai daerah memang memiliki kuasa di atas angin dibanding Muslim, karena mampu mengeksploitasi dan menjelajah jauh. Namun, hal itu ia sebut telah berubah. “Pamor peradaban Eropa seperti Italia, Portugal, Spanyol, Yunani dan lainnya sudah turun dan mundur saat ini,” ungkap dia.