REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrian Fachri, Antara
Lonjakan kasus positif Covid-19 di Sumatra Barat dalam sebulan terakhir telah berdampak cukup fatal. Puluhan petugas medis tumbang akibat korban penularan virus corona jenis baru.
Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasaman Barat ada 10 orang dokter terkonfirmasi positif Covid-19 pekan lalu. Kemudian di RSUP M Djamil ada 24 orang tenaga kesehatan (nakes) yang terpapar Covid-19.
Epidemiolog Universitas Andalas Defriman Djafri melihat tumbangnya para nakes menjadikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jilid 4 di Sumbar menjadi sebuah keniscayaan.
"Tenaga kesehatan mulai kewalahan dan bertumbangan menghadapi penularan virus corona ini. Apakah PSBB jilid 4 akan diterapkan kembali. Ini sebuah keniscayaan? Atau ada opsi lain akan ditempuh dalam pengendalian dan pencegahan penularan virus corona ini?" kata Defriman, melalui keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (1/9).
Sumbar menerapkan PSBB sejak 22 April sampai 7 Juni 2020 lalu. PSBB berjalan sampai jilid 3 atau mengalami sampai dua kali perpanjangan. Menurut Defriman, PSBB sangat efektif dalam menekan angka penularan Covid-19.
Dari data yang dianalisis secara backcasting, Angka Reproduksi Efektif (Rt/Re) bisa ditekan di bawah 1 yang merupakan angka pengendalian efektif selama 45 hari atau 1,5 bulan. Dari 45 hari tesebut, Rt/Re hanya mampu bertahan selama lebih kurang 2 minggu Rt/Re di bawah 1 setelah new normal diterapkan.
Setelah itu Re/Rt naik lagi selama lebih kurang 2 minggu dan seterusnya bertahan di bawah 1 selama seminggu. Semenjak 10 Juli 2020 sampai sekarang ini, Rt/Re di Provinsi Sumatra Barat tidak pernah di bawah 1. Artinya, menurut Defriman, penularan tetap terjadi dan pengendalian belum sepenuhnya efektif dilakukan dalam mengurangi terjadinya penularan.
Defriman menambahkan prinsip utama dalam mengendalikan Covid-19 adalah memutus mata rantai penularan. "PSBB merupakan salah satu bentuk intervensi yang dilakukan kepada masyarakat dalam pendekatan kebijakan pemerintah daerah. Berdasarkan Peraturan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia No. 9 tahun 2020, PSBB bertujuan untuk mencegah kemungkinan penyebaran Covid-19. Tiga indikator keberhasilan yang pertama adalah memastikan pelaksanakan PSBB ( 6 item pembatasan) berjalan dengan baik, yang kedua penurunan jumlah kasus dan yang ketiga adalah tidak ada penyebaran ke area/wilayah baru," ujar Defriman.
Defriman mengatakan dari tiga indikator penilaian PSBB, poin penting yang perlu dimaknai adalah proses dan perubahan perilaku masyarakat ketika menjalankan PSBB. Pemerintah menurut Defriman telah gagal mempersiapkan masyarakat untuk dididik dalam upaya perubahan perilaku untuk mematuhi protokol kesehatan.
Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Provinsi Sumatra Barat itu menyarankan agar Sumbar menjalankan PSBB jilid 4. Tujuannya bukan hanya untuk menekan angka penularan, tapi juga untuk menjadikan masa PSBB sebagai proses intervensi, edukasi dan promosi secara masif. Supaya semua masyarakat dapat memahami akan pentingnya menerapkan protokol kesehatan.
Di sisi lain, lonjakan kasus positif dalam sebulan terakhir dapat menjadi bukti upaya testing dan tracking yang dilakukan berjalan dengan cepat. Gugus Tugas berhasil mendeteksi kasus-kasus tersembunyi yang sangat berbahaya bagi penularan ke cakupan lebih luas.
"Lonjakan kasus ini menjadi kekhawatiran dan kebahagiaan. Kebahagiaan karena kapasitas kemampuan testing dan tracking sangat mumpuni bekerja dengan cepat," kata Defriman.
Kebahagiaan yang dimaksud Defriman adalah, Gugus Tugas dapat menyelamatkan orang lain yang berpotensi menjadi korban penularan oleh orang tanpa gejala (OTG). Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unand itu mengingatkan pemerintah dan gugus tugas agar memastikan kasus-kasus positif Covid-19 harus ditangani dengan isolasi yang benar.
Isolasi yang benar juga butuh edukasi dan promosi kesehatan yang benar, agar pekerjaan gugus tugas tidak sia-sia. Yang terdeteksi kata Defriman jangan sampai terjadi penularan ke individu yang lain.
"Kasus penularan seperti ini banyak dilaporkan. Di sisi lain, kita juga butuh gambaran viral load yakni jumlah kuantitatif partikel virus yang masuk ke sistem tubuh," ujar Defriman.
Ia menyarankan pemerintah untuk melakukan analisis data generasi penularan. Analisis ini menurut dia perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran apakah peningkatan kasus positif ini mayoritas dari kasus impor. Karena bisa jadi kasus impor tersebut telah merembet dan menciptakan transmisi lokal.
Pemerintah harus belajar dari pengalaman sebelumnya di mana ada kondisi data yang dinamis diperoleh di lapangan sangat berbeda dengan data yang diperoleh dari orang-orang yang terinfeksi. "Jika data ini digabungkan data viral load dan data surveilans ini dianalisis dengan baik, ini memberikan gambaran untuh pola transmisi dan severitas Covid-19 di Provinsi Sumatra Barat," kata Defriman.
Sumbar kembali mencatatkan penambahan angka kasus positif Covid-19 cukup tinggi hari ini, Selasa (1/9). Hasil pemeriksaan spesimen PCR sebanyak 2.289 sampel oleh Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dan Laboratorium Veterenir Agam, dikonfirmasi sebanyak 84 orang positif Covid-19.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan dimaksud, didapat hasil sementara 84 orang terkonfirmasi positif dan 19 orang sementara terkonfirmasi sembuh," kata Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Sumbar, Jasman Rizal.
Total kasus positif Covid-19 sampai hari ini di Sumbar tercatat sebanyak 2.240 orang. Jumlah yang sudah sembuh baru 1.243 orang.
Sebanyak 84 orang yang dinyatakan positif Covid-19 orang hari ini tersebar di 10 kabupaten dan kota di Sumbar. Lalu 21 orang berasal dari Kota Padang, 33 orang dari Kabupaten Agam, tujuh orang dari Kota Sawahlunto, Kabupaten Padang Pariaman lima orang, Kota Bukittinggi sembilan orang, Kabupaten Sijunjung tiga orang, Kota Pariaman tiga orang, Kabupaten Lima Puluh Kota satu orang, Kota Payakumbuh satu orang dan Kota Solok satu orang.
Masifnya peningkatan kasus positif Covid-19 di Sumbar akhir-akhir ini, berdampak pada perubahan status sejumlah daerah di Sumbar. Zona oranye kini ada enam daerah yakni Kota Padang, Kabupaten Solok, Kota Bukittinggi, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Agam, Kota Solok.
Kemudian ada 12 zona kuning yakni Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Pasaman, Kabupaten 50 Kota, Kota Padang Panjang, Kota Payakumbuh, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Solok. Zona hijau hanya tinggal satu daerah yaitu Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengakui banyak masyarakat yang merasa lelah dengan pembatasan sosial. Masyarakat disebutnya banyak yang ingin kembali ke kehidupan normal setelah delapan bulan pandemi.
WHO mendukung penuh upaya untuk membuka kembali perekonomian dan kehidupan sosial, katanya saat konferensi pers, dikutip dari Reuters. "Kami ingin melihat anak-anak kembali ke sekolah dan masyarakat kembali ke tempat kerja, namun kami ingin melihat itu dilakukan secara aman," katanya.
"Tak ada negara yang dapat berpura-pura bahwa pandemi berakhir," ucapnya. "Kenyataannya adalah virus menyebar dengan mudah. Membuka diri tanpa pengendalian menjadi sebuah resep bencana."
Wabah eksplosif telah dikaitkan dengan pertemuan orang-orang di stadion, kelab malam, tempat ibadah dan kerumunan lainnya. Di sana virus pernapasan dengan mudahnya mampu menyebar di kalangan sekelompok orang, kata Tedros.
"Keputusan tentang bagaimana dan kapan mengizinkan pertemuan masyarakat harus dilakukan dengan prosedur berbasis risiko, dalam konteks lokal," katanya.