REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Presiden Prancis Emmanuel Macron menyerukan pembentukan pemerintahan baru di Lebanon untuk mengatasi krisis. Menurut Macron, susunan baru pemerintahan harus disepakati secepat mungkin untuk menyelamatkan Lebanon setelah ledakan di pelabuhan Beirut yang berdampak pada keruntuhan ekonomi.
Dilansir Arab News pada Selasa (1/9), Macron mengunjungi Lebanon untuk kedua kalinya untuk menegaskan perlunya perombakan sistem politik di negara tersebut. Macron mendarat di Beirut beberapa jam setelah Mustapha Adib resmi ditunjuk sebagai perdana menteri Lebanon yang baru.
Pada 1 September 1920, otoritas Prancis memproklamasikan pembentukan Lebanon Raya atau Greater Lebanon yang sebagian besar terdiri dari bekas wilayah Ottoman. Lebanon merayakan peringatan berdirinya negara tersebut yang ke-100 tahun.
Namun menjelang hari jadinya yang ke-100, banyak warga Lebanon yang berencana meninggalkan negaranya. Mereka bertanya-tanya apakah Lebanon akan hidup hingga usia 101 tahun. Macron memulai perjalanan dua harinya dengan mengunjungi Fairouz yang berusia 85 tahun, legenda penyanyi terakhir dunia Arab yang masih hidup dan simbol persatuan nasional.
Setelah penunjukkannya, Adib memberikan pidato di televisi dan menyatakan bahwa Lebanon perlu membentuk pemerintahan baru dalam waktu singkat serta segera melaksanakan reformasi. Dia berjanji melanjutkan pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk meminta bantuan karena Lebanon menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak perang saudara pada 1975-1990.
Presiden Michel Aoun dan sekutu politiknya, pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah, menyatakan kesediaan untuk mengubah sistem pemerintahan Lebanon. Di bawah sistem politik Lebanon, perdana menteri harus seorang Sunni, kepresidenan disediakan untuk seorang Kristen Maronit, dan jabatan ketua parlemen jatuh ke tangan seorang Syiah.
Adib menghadapi tugas berat untuk membangun kembali Lebanon yang mengalami krisis terberat. Terlepas dari janji-janji perubahan, proses pembentukan pemerintahan baru mengikuti cetak biru yang secara kronis telah membuat Lebanon mengalami kebuntuan politik. Media sosial Lebanon dibanjiri unggahan yang mempertanyakan apakah pemerintahan yang dibentuk Adib akan lebih efektif dari pemerintahan sebelumnya.