REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Salah satu tantangan duta damai dunia maya adalah memberikan kontra narasi alternatif yang mencerdaskan masyarakat dalam melawan narasi-narasi kelompok radikal terorisme di dunia maya. Diharapkan narasi-narasi perdamaian, kebangsaan, toleransi, menjadi masif dan dilakukan bersama-sama oleh seluruh duta damai melalui website maupun di media sosial (medsos).
"Kami menyadari betapa pentingnya suatu gerakan bersama khususnya generasi muda untuk selalu memberikan pembanding sekaligus pencerahan bagi masyarakat dengan membanjiri dunia maya dengan konten positif dan pesan damai," ujar Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) saat menutup 'Regenerasi Duta Damai Dunia Maya Regional Kalimantan Timur Melalui Asistensi Bidang Penulisan, Desain, Komunikasi Visual dan IT Dalam Rangka Pencegahan Terorisme Bulan Agustus Tahun Ajaran 2020' di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), beberapa waktu lalu.
Hendri mengungkapkan, program duta damai dunia maya ini merupakan salah satu program unggulan BNPT dalam melibatkan generasi muda untuk membanjiri dunia maya dengan pesan damai dan konten perdamaian. Sejak dibentuk 2016 sampai 2018, BNPT telah memiliki komunitas duta damai di 13 provinsi dengan jumlah anggota 780 orang. Sebagai komunitas yang bersifat kerelawanan dan tidak mengikat, dalam perjalannya para anggota dua damai ini mengalami dinamika. Karena itu untuk tetap menjaga soliditas di setiap daerah dipandang penting untuk melakukan regenerasi dan kaderisasi agar duta damai dunia maya terus berjalan dan tetap produktif.
"Tahun ini Kaltim mendapat kesempatan pertama untuk melakukan regenerasi keanggotaan. Semoga regenerasi ini menjadi energi tambahan bagi duta damai dunia maya Kaltim untuk terus berkarya dan berkontribusi untuk kemajuan bangsa," ujar mantan Danrem 173/Praja Vira Braja.
Ia menegaskan generasi muda sangat penting dilibatkan dan dirangkul dalam upaya menyebar konten damai di dunia maya. Menurutnya, fakta menunjukkan jaringan terorisme dan dunia maya telah menandai momentum lahirnya fenomena baru yaitu terorisme di dunia maya atau cyberterrorism. Dalam fenomena ini, pola propaganda, rekrutmen, indoktrinasi telah mengalami transformasi dari konvensional ke digital.
"Hari ini kita tidak lagi terkejut ada pelaku teror yang mengalami radikalisasi hanya melalui dunia maya yang tidak bertemu dan tidak terikat dengan jaringan besar kelompok teroris. Fenomena baru ini tentu sangat mengkhawatirkan," katanya.
Menurut Hendri, generasi muda saat ini adalah generasi yang tumbuh dan berkembang dengan kemajuan teknologi digital. Askses informasi melalui dunia maya seolah menjadi bagian primer untuk mendapatkan pengetahuan. Sayangnya, tingginya aktifitas generasi muda dalam mengakses dunia maya tidak diikuti dengan kemampuan literasi media dan literasi digital. Di sisi lain, di dunia maya banyak disesaki konten negatif, hoaks, fitnah, adu domba, dan ajakan kekerasan.
Bahkan dewasa ini, lanjutnya, betapa informasi mudah menyebara dan menjadi viral di medsos. Terkadang sesuatu yang viral walaupun tidak rasional dianggap sebagai suatu yang benar. Bahkan masyarakat tanpa sadar mengamini berita di medsos sebagai sebuah fakta tanpa perlu melakukan verifikasi.
"Ironisnya hoaks dan disinformasi yang menyesatkan itu kerapkali digunakan kelompok radikal sebagai upaya membangun narasi propaganda yang bertujuan meradikalisasi masyarakat," kata Hendri.
Bahkan, kata Hendri, akhir-akhir ini ada narasi yang dikembangkan kelompok radikal yang mencoba untuk memanipulasi sejarah bangsa. Tidak hanya hoaks, mereka justru ingin mengembangkan narasi yang bersifat manipulatif bahwa seolah sejak dulu bangsa Indonesia telah mengadopsi sistem pemerintah agama tertentu.
"Ini salah satu tantangan duta damai dunia maya untuk memberikan narasi alternatif yang mencerdaskan masyarakat. Saya sangat berharap narasi-narasi seperti itu bisa dilakukan kontra narasi yang masif tentang pelurusan sejarah bangsa," kata Hendri Lubis.