REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah kasus harian Covid-19 di Jakarta yang menembus angka 1.000-an kasus per hari dan positivity rate serta angka reproduksi virus yang terus bertambah, menguatkan wacana kembali perlunya 'Rem Darurat' atau Emergency Brake seperti yang pernah disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani berpandangan, langlah antisipatif tersebut tampaknya perlu diserusi Pemprov DKI dan mulai disosialisasikan ke warga Jakarta. Hal ini, menurut dia, sebagai warning atau peringatan keras bila warga Jakarta dan semua komponen yang beraktivitas di Jakarta, masih abai dengan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
"Sebelumnya saya sudah sering sampaikan, DKI Warning. Angkanya akan terus naik kalau kita tidak siap. Kesadaran masyarakatnya rendah, dan Pemprov kurang mengedukasi. Hal-hal seperti rem darurat atau emergency brake seperti itu yang harus diperhatikan Pemprov DKI," kata Zita Anjani, Selasa (1/9).
Apalagi, lanjut dia, sekarang tingkat okupansi Rumah Sakit rujukan di Jakarta sudah lampu kuning, dan sebentar lagi merah, begitu juga tenaga medis. Sedangkan, kata teran Politisi PAN ini, Jakarta saat ini belum menghadapi second wave harus lebih sigap.
"Pak Gubernur harus lebih hati-hati dalam mengeluarkan kebijakan. Masyrakat sudah bisa menahan diri, jangan pancing mereka untuk keluar dengan kebijakan yang kita buat, contohnya rencana buka bioskop," imbuhnya.
Belajar dari angka positif Covid-19 kemarin, kalau dilihat laporannya, menurut dia, angka itu naik tepat di long weekend. Kesempatan liburan dan tempat hiburan tersedia, akhirnya semua keluar untuk berkumpul. Padahal sudah ada Pergub untuk perketat aktivitas skala lokal, tapi itu tidak dijalankan dengan maksimal.
"Kita sudah lewati beberapa periode PSBB, kalau tidak ada peningkatan yang lebih baik, berarti pengimplementasian kebijakannya belum maksimal," imbuh dia.
Namun, alih-alih mengingatkan kebijakan rem darurat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, penanganan pandemi Covid-19 di Ibu Kota masih terkendali. Anies menjelaskan, hal itu dikarenakan jumlah kasus aktif dan meninggal karena Covid-19 menurun.
"Jadi secara aktivitas testing, kita tinggi. Bahkan hari kemarin, hari Minggu, dilaporan itu 43 persen dari testing seluruh Indonesia itu dilakukan di Jakarta. Konsekuensinya angka positif menjadi lebih banyak. Tapi dengan cara seperti itu, kita mengetahui dengan senyatanya tentang status Covid-19 di Jakarta," kata Anies dalam sebuah webinar di Jakarta, Senin (31/8).
Anies menyebut dalam sepekan terakhir, jumlah kasus aktif menurun secara signifikan. Artinya, jumlah orang yang harus dirawat atau isolasi jumlahnya berkurang. Kasus aktif itu diukur dengan angka kasus baru dikurangi angka sembuh dan dikurangi angka meninggal.
"Jadi meskipun angka kasus baru itu naik, tapi bila jumlah kasus aktif-nya itu menurun, dan bila angka kematian kita rendah, artinya penanganan itu relatif terkendali. Tapi ini belum selesai, artinya kita masih punya PR untuk menuntaskan sampai betul-betul zero active case. Kalau begitu baru namanya selesai," ujarnya.
Anies mengakui, mengalami kesulitan untuk melakukan penyadaran pada masyarakat dalam menerapkan kebiasan baru. Sehingga, perlu ada beberapa tahap yang harus dilakukakan menuju kebiasaan baru seperti proses pengajaran dan pendidikan kepada masyarakat agar adaptasi baru itu menjadi salah satu budaya baru.
"Jadi fase yang paling menantang adalah fase pertama dan fase kedua. Ketika ada pengajaran, pendidikan, lalu pendisiplinan untuk menjadi kebiasaan. Kalau sudah jadi kebiasaan, ini menjadi budaya baru," kata Anies.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini mengatakan supaya kebiasaan baru tersebut sukses diterapkan, maka perlu ada kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah, yakni masyarakat menjalankan 3M (menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak). Adapun, pemerintah menjalankan 3T (testing, tracing, dan treatment atau pengujian, penelusuran, dan pengobatan).
"Jadi ini dikerjakan pemerintah bersama masyarakat. Jadi saya melihat kebiasaan ini adalah salah satu hal yang harus muncul pada kita," kata Anies.
Pernyataan Anies kali ini berbeda dengan saat Jakarta mencatatkan rekor pertamanya pada 12 Juli lalu. Saat itu Jakarta mencatatkan jumlah kasus baru Covid-19 sebanyak 404 dan Anies memberikan peringatan kepada warganya.
Anies bahan mengungkapkan skenario terburuk emergency brake atau 'rem darurat' mungkin akan dijalankan, apabila lonjakan angka penularan Covid-19 terus tinggi di Jakarta. Saat itu, Anies tidak menyinggung soal kasus aktif Covid-19 yang menjadi parameternya kini.
"Ingatkan kepada semua jangan sampai situasi ini berjalan terus, sehingga kita harus menarik rem darurat atau emergency brake," jar Anies, Ahad 12 April 2020 lalu.