REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Keputusan Pengadilan Negeri Tangerang pada tanggal 7 Agustus 2020, membawa dampak yang sangat mendalam bagi ribuan warga di Kelurahan Cipete dan Kelurahan Kunciran Jaya, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Eksekusi atas lahan seluas 45 hektare (ha) ini sejak awal menuai banyak penolakan baik dari warga karena berbagai kejanggalan bergulir di Pengadilan Negeri Tangerang. Secara terang-terangan PN Tangerang disinyalir mengeksekusi lahan yang salah.
Menurut penjelasan Koordinator Lapangan Paguyuban Masyarakat CipeteKunciran Jaya Bersatu sekaligus perwakilan masyarakat Cipete, Syaiful Basri, masyarakat Cipete khususnya, sangat kecewa dengan adanya putusan pengadilan yang melakukan eksekusi lahan dengan luas 45 Ha di wilayah Kelurahan Cipete dan Kelurahan Kunciran. Sebab, batas-batas bidang dalam putusan pengadilan seluas 45 ha dinilai tidak jelas bidangnya. "Kami khawatir banyak rumah warga yang belum pernah diperjualbelikan kepada siapapun dimasukkan ke dalam luas objek eksekusi tersebut,” ujarnya dalam risil yang diterima Republika.co.id, Selasa (1/9).
Perkara ini berawal dari para ahli waris Mix Iskandar (Darmawan/penggugat) yang mengajukan gugatan terhadap NV. LOA dan Co, (tergugat) terkait lahan 45 ha di wilayah Kelurahan Kunciran Jaya dan Kelurahan Cipete, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang berdasarkan 9 Sertifikat HGB atas nama NV Loa dan Co.
Dalam perjalanan perkara, para pihak sepakat berdamai dan meminta eksekusi lahan atas akta perdamaian tersebut. Padahal, secara nyata dan jelas, di atas lahan objek eksekusi seluas 45 ha, kurang lebih 15 ha di antaranya termasuk penguasaan dan kepemilikan secara legal oleh warga masyarakat kelurahan Cipete dan Kelurahan Kunciran Jaya.
“Masyarakat merasa heran dan terkejut atas tindakan Ketua Pengadilan Negeri Tangerang yang memaksakan eksekusi. Padahal, sudah ada peringatan dari Pihak Kantor Pertanahan yang menyatakan 9 SHGB atas nama NV. Loa & Co tersebut tidak terdaftar dan Kapolres Tangerang yang meminta penundaan pelaksanaan eksekusi,"
ujar Sayuto salah seorang tokoh warga masyarakat yang menjadi Pembina dalam Paguyuban Masyarakat Cipete-Kunciran Jaya Bersatu dan juga Ketua LPM Kecamatan Pinang.
Ketua Paguyuban Masyarakat Cipete-Kunciran Jaya Bersatu, Mirin, menyatakan, keprihatinannya, “Pemerintah daerah dalam hal ini lurah Kunciran Jaya, lurah Cipete, dan camat Pinang telah lalai dalam membela dan mempertahankan hak warganya.
Warga masyarakat Cipete-Kunciran Jaya tidak pernah dilibatkan terkait perkara Darmawan dan Nv. Loa di Pengadilan Negeri Tangerang," ujarnya.
Masyarakat merasa terzolimi atas eksekusi lahan milik warga. Bahwa nyatanya sejak 1948, warga masyarakat belum pernah melakukan penjualan, hingga pada pembelian pertama pada tahun 1984 yang dilakukan oleh PT. Greenville.
Selanjutnya pada tahun 1991, PT. Greenville mengalihkan tanah masyarakat yang telah dibeli tersebut ke PT. Modernland, yang mana oleh PT. Modernland dialihkan lagi pada PT. Tangerang Matra Real Estate hingga sekarang.
"Adapun untuk tanah yang digunakan sebagai pemukiman, warga masih memiliki surat-surat bukti hak milik yang tersimpan lengkap dan tercatat rapi di kelurahan. Masyarakat juga belum pernah mendengar nama NV. Loa,” ujarnya.
Oleh karena itu, para warga terdampak yakni Kelurahan Cipete dan Kunciran Jaya membentuk Paguyuban dan Tim Advokasi untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Sehingga, semua pihak dapat bergandengan tangan untuk melawan bentuk-bentuk praktek-praktek mafia tanah, mafia peradilan dan mafia pemerintahan.
Sebelumnya, masyarakat pada 24 Agustus 2020 telah melaksanakan aksi protes (demonstrasi) di Kantor Kelurahan Kunciran Jaya untuk menuntut pemerintah untuk mempertanggungjawabkan permasalahan ini. Dalam aksi tersebut masyarakat telah bertemu langsung dengan Lurah Kunciran jaya, Camat Pinang dan Wakil Wali Kota Tangerang namun belum membuahkan hasil.
Juru bicara tim advokasi Paguyuban Masyarakat Cipete-Kunciran Jaya Bersatu, Abraham Nempung, SH menyatakan, bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan untuk kepentingan Rapat Dengar Pendapat kepada DPRD Kota Tangerang. Serta melayangkan surat pengaduan dan laporan serta surat permohonan perlindungan hukum kepada instansi-instansi terkait diantaranya Komisi Yudisial, Badan Pengawasan Mahkamah Agung, Ombudsman RI, Komnas HAM, dan instansi terkait lainnya. Bahkan masyarakat juga akan segera melayangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Tangerang.
Warga berharap mendapatkan bantuan hukum dan peradilan dapat ditegakkan sehingga terbebas dari penjahat-penjahat/oknum-oknum mafia dibalik eksekusi yang salah ini.