REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Kementerian Telekomunikasi Myanmar, Selasa (1/9), mengatakan telah memerintahkan operator seluler memblokir sebuah laman yang dioperasikan para pegiat yang menyelidiki militer. Kementerian beralasan, laman tersebut menyebarkan berita palsu. Namun kelompok pegiat menganggap perintah itu sebagai upaya membungkam suara-suara kritis.
Myo Swe, juru bicara kementerian, mengatakan, kementerian telah menindaklanjuti laporan dari kelompok pemantau media sosial terkait pasukan keamanan tentang kelompok kampanye Justice for Myanmar, yang menyelidiki kepentingan bisnis militer. "Tim pemantau media sosial menemukan bahwa beberapa laman menyebarkan berita palsu," kata Myo Swe kepada Reuters melalui telepon.
Seorang juru bicara militer tidak menjawab panggilan telepon dari Reuters untuk meminta komentar. Justice for Myanmar telah menerbitkan serangkaian investigasi di lamannya, termasuk laporan tentang kegiatan bisnis yang menyumbang kepada pasukan keamanan selama penindakan keras 2017 terhadap warga Muslim Rohingya, yang menurut PBB dilakukan dengan niat genosida.
Tentara menyangkal genosida, dengan mengatakan pihaknya melakukan operasi yang sah terhadap militan. Dalam beberapa bulan terakhir, kementerian telekomunikasi telah memblokir lebih dari 200 laman karena menyebarkan apa yang dianggap sebagai berita palsu, termasuk lembaga yang meliput konflik antara militer dan pemberontak etnis minoritas.
Telenor Norwegia, salah satu dari empat operator seluler di Myanmar, mengatakan dalam sebuah pernyataan, kementerian menggunakan Pasal 77 dari Undang-Undang Telekomunikasi yang mengizinkan penangguhan komunikasi selama keadaan darurat, untuk memerintahkannya memblokir satu laman dan tiga alamat IP terkait.
Perusahaan itu tidak mengidentifikasi laman tersebut tetapi mengatakan telah mematuhi perintah itu dengan keprihatinan besar.
Pada Selasa, laman Justice for Myanmar tidak dapat diakses di dalam negeri.
Sebaliknya, laman itu diganti dengan pesan: "Anda telah mencoba mengakses halaman yang telah diblokir sesuai petunjuk yang diterima dari Kementerian Transportasi dan Komunikasi Myanmar."
Yadanar Maung, perwakilan kelompok itu, mengatakan dalam sebuah pernyataan, pemblokiran itu adalah upaya membungkam perbedaan pendapat dan menutupi kebenaran tentang korupsi kartel militer Myanmar dan kejahatan internasional" "Kami akan terus menyampaikan kebenaran kepada penguasa."