REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pakar menilai untuk kondisi saat ini, Presiden Joko Widodo sebaiknya tetap mempertahankan independensi dan fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) untuk mendukung kinerja otoritas fiskal yang sedang berupaya menstimulus ekonomi di tengah pandemi Covid-19. OJK dinilai telah menjalankan fungsinya dengan baik sebagai regulator dan pengawas industri keuangan di Tanah Air
Demikian pernyataan sejumlah pakar yang menjadi pembicara dalam Forum Diskusi Finansial Stabilitas Sektor Finansial dan Perppu Reformasi Keuangan, yang digelar Bisnis Indonesia, Selasa sore (1/9). Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan mengatakan Pemerintah tidak perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk menata ulang BI, OJK, dan LPS.
Dia mengatakan Presiden Joko Widodo harus fokus pada masalah utama yang terjadi saat ini. "Presiden harus memperkuat otoritas fiskal," ujarnya menegaskan.
Dia menjelaskan ada beberapa syarat menerbitkan Perppu. Ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum, sedangkan dalam koordinasi BI, OJK dan LPS tidak ada masalah hukum, tetapi masalah koordinasi.
Kemudian, Perppu dibutuhkan karena terjadi kekosongan hukum. Tidak ada hukumnya. Perppu berperan melengkapi dan menyempurnakan hukum yang ada. "Sedangkan, BI dan OJK sudah memiliki undang-undang masing-masing,” katanya.
Disisi lain, Ahmad Siddik Badruddin, Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri, mengatakan, sebagai regulator dan pengawas, OJK saat ini semakin memperkuat perannya ke masalah-masalah straregis perbankan. Dengan adanya OJK, bisnis perbankan dijalankan jauh lebih fokus dan terencana.
Apalagi OJK mengawasi semua aktivitas perbankan. "OJK tidak hanya mengeluarkan regulasi, tetapi juga mengawasi dan mendorong bisnis ke arah yang lebih besar,” ujarnya.
Ia menilai, Langkah OJK memperbaiki sistem keuangan dan perbankan nasional, sejalan dengan meningkatkan literasi keuangan dan perbankan masyarakat. Semakin hari, OJK semakin memperkuat perannya dan sekarang sudah masuk dalam masalah yang lebih strategis.
Kondisi ini menyebabkan pengaruh OJK terhadap sistem keuangan dalam negeri semakin besar. “Jadi kami dari Bank Mandiri mendapatkan banyak manfaat karena pengawasan bank khusus ada di OJK. Kami juga dapat lebih intens dan fokus berdiskusi dengan pengawas untuk menyesuaikan apakah risiko ini bisa dikelola dengan baik,” jelasnya.
Mengenai adanya Perppu Reformasi Keuangan, dia menilai hal itu tidak dibutuhkan saat ini dari sisi perbankan. Bahkan, meski ekonomi di kuartal terakhir tumbuh negatif, dia mengatakan kinerja perbankan masih relatif baik.
Dalam forum yang sama, Aviliani, Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Perbanas, mengatakan pada saat ini, persoalan utama dalam perekonomian domestik adalah sektor riil yang tidak bergerak. Sementara itu, dari sejumlah kriteria, perbankan dan lembaga keuangan di Indonesia relatif masih sehat.
OJK menurutnya telah menjalankan fungsinya dengan baik sebagai regulator dan pengawas industri keuangan di Tanah Air. Kebijakan relaksasi pinjaman bank dan leasing selama pandemi Covid-19, sangat signifikan membantu menyelamatkan modal bank dan meringankan masyarakat sebagai debitur.
“Jika ada pengalihan fungsi OJK pada saat ini, tidak relevan dengan masalah yang terjadi, dan bisa berisiko karena menimbulkan pertanyaan pasar. Akibatnya, bisa ada penyesuaian investasi, seperti penarikan dana dari pasar saham, serta bisa berpengaruh pada nilai kurs Rupiah,” ujarnya.
Kemudian menurut Aviliani, lambatnya permintaan kredit, bukan terjadi akibat bank dan sistem keuangan yang bermasalah, tetapi memang tidak ada pergerakan di sektor riil. Pengusaha lebih memilih menempatkan dananya di tabungan dan surat berharga karena memang bisnis sedang tidak menjanjikan selama pandemi.