REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Penyanyi dan penulis lagu asal Inggris, Zayn Malik, dikenal sebagai salah satu selebritas paling dicintai di dunia. Namun, di luar semua pujian luar biasa tersebut, mantan anggota One Direction ini rupanya pernah menghadapi kebencian, islamofobia, dan juga rasialisme.
Karena keyakinan Islamnya dan juga merupakan keturunan Pakistan, pelantun lagu berjudul "Pillow Talk" ini kerap rentan terhadap sisi pahit media sosial. Perlakuan itu tetap ia terima meski ia dikelilingi empat pria kulit putih di One Direction.
Hal itulah yang lantas membuat banyak penggemarnya bertanya-tanya, apakah kebencian dan rasialisme itulah yang kemudian membuat Zayn Malik menjauh dari grup band tersebut, dan bukan karena ketidaksukaannya secara umum terhadap jenis musik yang mereka hasilkan, seperti yang yang disebutkan olehnya.
Malik kerap menyuarakan diskriminasi yang dia hadapi dalam hidupnya karena kulitnya yang berwarna cokelat dan agamanya. Ia mengklaim sebagian besar perkelahian yang dia lakukan disebabkan oleh rasialisme.
Malik mengungkapkan diskriminasi yang pernah ia hadapi kepada ES Magazine. Ia lantas berbicara tentang ayahnya yang berkebangsaan Pakistan dan ibunya yang berkebangsaan Irlandia, dan bagaimana rasanya tumbuh sebagai anak ras campuran. Ia mengatakan, ia selalu melihat ayah sebagai ayah dan ibu sebagai ibu.
"Saya tidak melihat warna, saya tidak melihat agama, saya tidak melihat ras. Saya beruntung karena ibu dan ayah saya selalu menjelaskan kepada saya: 'Begitulah adanya, ini adalah kepercayaan sebagian orang, begitulah cara mereka dibesarkan. Anda dibesarkan secara berbeda sehingga Anda harus menghormati semua orang dan berharap orang-orang menghormati Anda sebagai balasannya'," kata Malik, dilansir di Geo News, Rabu (2/9).
Malik mengaku dirinya kerap dikucilkan dan diperlakukan sebagai orang buangan saat dia terlibat perkelahian. Menurutnya, sembilan kali dari 10, perkelahian itu disebabkan karena masalah rasial.
Ia mengungkapkan, sebenarnya ia tidak pernah benar-benar memikirkan segala sesuatu di masa lalu. Namun, ia meyakini pengalamannya tersebut adalah sesuatu yang perlu diketahui orang-orang, perihal dirinya dan dari mana ia berasal.
"Tidak terlalu menyakitkan, itu justru membangun pribadi Anda. Apa yang Anda pelajari dari itu. Saya memiliki sebuah pemahaman tentang masalah tertentu. Hanya karena saya tidak memikirkan masalah tersebut, bukan berarti saya tidak tahu. Saya sadar apa yang terjadi. Saya sadar orang-orang tumbuh dalam komunitas yang terpisah secara rasial," ujar Malik.