Rabu 02 Sep 2020 12:45 WIB

Studi: Hubungan UEA-Israel Izinkan Yahudi Ibadah di Al Aqsa

Perjanjian UEA-Israel berikan legitimasi Yahudi ibadha di Al Aqsa.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Studi: Hubungan UEA-Israel Izinkan Yahudi Ibadah di Al Aqsa. Foto: Umat Islam shalat Idul Adha di sebelah Kubah Masjid Batu di kompleks Masjid Al Aqsa di kota tua Yerusalem, Jumat (31/7/2020).
Foto: AP / Illean Mahmoud
Studi: Hubungan UEA-Israel Izinkan Yahudi Ibadah di Al Aqsa. Foto: Umat Islam shalat Idul Adha di sebelah Kubah Masjid Batu di kompleks Masjid Al Aqsa di kota tua Yerusalem, Jumat (31/7/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pusat studi Israel yang mengkhususkan diri dalam urusan Yerusalem, Terrestrial Jerusalem (TJ), menyimpulkan perjanjian normalisasi hubungan antara Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) membuat perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap tempat-tempat suci agama dan hak-hak Muslim di tempat suci Al-Aqsa.

TJ dalam laporannya, menyebut perjanjian itu memberikan legitimasi bagi orang Yahudi untuk beribadah di dalam tempat suci Al-Aqsa, dan membatasi hak-hak Muslim berdoa di Yerusalem yang diduduki.

Baca Juga

Perjanjian UEA-Israel, kata laporan itu, membuat perubahan signifikan dalam status Kota Suci demi kepentingan Israel. Ini dilakukan sedemikian rupa sehingga menghilangkan harapan bahwa Yerusalem akan menjadi ibu kota negara Palestina di masa depan.

Klausul spesifik yang termasuk dalam pernyataan bersama UEA-Israel yang dikeluarkan beberapa hari yang lalu kelihatannya memang pada awalnya untuk kepentingan komunitas Muslim, yakni sebagai berikut:

"Muslim yang datang ke Israel dengan damai memiliki hak untuk sholat di Masjid Al-Aqsa." TJ mencatat bahwa ini adalah pertama kalinya istilah "Masjid Al-Aqsa" digunakan dalam dokumen internasional daripada Al-Haram Al-Sharif, atau Tempat Suci (dari Al-Aqsa).

Namun, demikian laporan TJ, untuk pertama kalinya hak umat Islam dikurangi menjadi Masjid Al-Aqsa saja, alih-alih seluruh tempat suci. Umat Islam, bagaimanapun, menganggap seluruh Tempat Suci sebagai Masjid Al-Aqsa, dan bukan bangunan masjid yang berdampingan dengan dinding selatannya saja.

Orang Israel mengatakan bahwa Masjid Al-Aqsa adalah bangunan khusus itu dan segala sesuatu di dalam dinding tempat suci adalah "Temple Mount". Ini berarti Israel membuat perubahan signifikan untuk Kota Suci dengan persetujuan negara Arab, UEA.

Klausul yang sama juga menyatakan bahwa tempat suci lainnya tetap terbuka di Yerusalem untuk penyembah agama lain secara damai. Ini berarti mengizinkan orang Yahudi untuk sholat di dalam Tempat Suci Al-Aqsa kecuali di gedung masjid yang disebutkan di atas. Seperti yang diklaim laporan tersebut, ini adalah definisi ulang situs-situs keagamaan dan perubahan status Masjid Al-Aqsa, yang sekali lagi dengan persetujuan UEA.

Sekarang ada kekhawatiran bahwa perjanjian UEA-Israel akan mengarah pada pembagian spasial Suaka Mulia serupa dengan yang diberlakukan Israel di Masjid Ibrahimi di Hebron.

"Kesepakatan Abad Ini" yang dicetus Presiden AS Donald Trump menegaskan, orang-orang dari semua agama harus diizinkan untuk berdoa di dalam Tempat Suci Al-Aqsa, termasuk Masjid Al-Aqsa, Masjid Kubah Batu, dan sejumlah tempat lain di dalam tembok Haram tua. Ini juga mengurangi hak umat Islam karena untuk Masjid Al-Aqsa saja, bukan seluruh tempat suci.

TJ sendiri adalah pusat studi independen yang mengkhususkan diri memantau perubahan dan perkembangan di Yerusalem, yang dijalankan oleh analis politik dan aktivis Israel Daniel Seidman.

Menurut Newsweek seperti dikutip Middle East Monitor, Seidman adalah orang paling berpengetahuan tentang apa yang terjadi di Yerusalem dan dia hampir tidak melewatkan bahkan memindahkan setumpuk tanah dari satu tempat ke tempat lain di kota suci.

Sumber:

https://www.middleeastmonitor.com/20200901-uae-agreement-allows-jews-to-pray-in-al-aqsa-mosque/

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement