REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pelapor khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia (HAM) di Palestina Michael Lynk menyatakan keprihatinan mendalam atas meningkatnya kekerasan bersenjata baru-baru ini di Jalur Gaza. Menurutnya, saat ini Gaza telah berada di ambang tak bisa dihuni.
"Di balik permusuhan saat ini, (yakni) peluncuran roket dan balon pembakar oleh kelompok bersenjata Palestina dan penggunaan tidak proporsional dari serangan rudal yang ditargetkan oleh Israel, adalah pemiskinan jangka panjang Gaza oleh blokade komprehensif Israel yang telah berlangsung selama 13 tahun," kata Lynk, dilaporkan laman UN News pada Selasa (1/9).
Lynk menekankan tidak ada wilayah di dunia yang menghadapi situasi seperti Gaza. "Gaza berada di ambang menjadi tidak bisa dihuni. Tidak ada situasi yang sebanding di dunia di mana populasi substansial telah mengalami penguncian permanen seperti itu, sebagian besar tidak dapat bepergian atau berdagang, dan dikendalikan oleh kekuatan pendudukan yang melanggar HAM internasional serta kewajiban kemanusiaan yang serius," ucapnya.
Dia berpendapat apa yang dibutuhkan Gaza adalah diakhirinya blokade. Lynk mengatakan perdamaian dan rekonstruksi Gaza hanya akan datang dengan penghormatan penuh terhadap hak-hak dasar masyarakat yang tinggal di sana. Ia pun mengomentari kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel yang tercapai baru-baru ini.
Lynk mengungkapkan kesepakatan tersebut harus menjadi langkah pertama menuju realisasi penuh HAM di Gaza. Dia menyatakan jangan sampai kesepakatan itu hanya menjadi langkah sementara menunggu putaran permusuhan berikutnya.
Sejak 6 Agustus lalu, Israel rutin melancarkan serangan udara ke Gaza. Serangan-serangan tersebut merupakan respons atas peluncuran balon api yang diyakini didalangi Hamas. Balon-balon tersebut telah menyebabkan lebih dari 400 kebakaran di wilayah Israel selatan. Serangan balon api itu secara luas dilihat sebagai upaya Hamas untuk meningkatkan persyaratan gencatan senjata informal dengan Israel. Jika Israel menghendaki ketenangan di perbatasan, mereka harus bersedia melonggarkan blokade terhadap Gaza.
Setelah sempat memperketat blokade dan menyetop pasokan bahan bakar minyak, Hamas dan Israel akhirnya menyetujui gencatan senjata.