Rabu 02 Sep 2020 16:53 WIB

Hadapi China, India Perkuat Perbatasan

Juru militer India meniai pengerahan pasukan ke perbatasan hanya rotasi rutin.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Foto yang disediakan oleh Biro Informasi Pers India (PIB) menunjukkan Perdana Menteri India Narendra Modi melihat peta di Leh, Ladakh, India, 03 Juli 2020. Modi mengunjungi Angkatan Darat, Angkatan Udara dan personil Polisi Perbatasan Indo-Tibet. Bulan lalu 20 personil tentara India, termasuk seorang kolonel, tewas dalam bentrokan dengan pasukan Cina di Lembah Galwan di wilayah Ladakh timur.
Foto: EPA-EFE/INDIA PRESS INFORMATION BUREAU
Foto yang disediakan oleh Biro Informasi Pers India (PIB) menunjukkan Perdana Menteri India Narendra Modi melihat peta di Leh, Ladakh, India, 03 Juli 2020. Modi mengunjungi Angkatan Darat, Angkatan Udara dan personil Polisi Perbatasan Indo-Tibet. Bulan lalu 20 personil tentara India, termasuk seorang kolonel, tewas dalam bentrokan dengan pasukan Cina di Lembah Galwan di wilayah Ladakh timur.

REPUBLIKA.CO.ID, GUWAHATI -- Pemerintah India mengatakan, mereka telah mengerahkan pasukan ke perbatasan sebelah timur negara itu usai bentrokan dengan China pada Juni lalu. Bentrokan antardua kekuatan nuklir itu terjadi di wilayah Ladakh, di Himalaya.

Bentrokan di perbatasan pada Juni menjadi kekerasan terburuk antara dua raksasa Asia tersebut setelah berpuluh-puluh tahun. Hanya ada sedikit tanda-tanda upaya untuk mengurangi ketegangan.

Baca Juga

India justru semakin memperbanyak gerakan militer di distrik Anjaw, Negara Bagian Arunachal Pradesh, wilayah yang juga diklaim oleh China.  "Kehadiran militer dipastikan meningkat, tapi menyangkut serangan yang mengkhawatirkan sejauh ini tidak ada laporan yang dapat diverifikasi," kata kepala pegawai sipil Anjaw, Ayushi Sudan, Rabu (2/9).

Meningkatnya pergerakan ini memicu potensi gesekan antarnegara. Walaupun baik pemerintah maupun militer India mengecilkan kemungkinan konfrontasi yang lebih serius. "Sejak insiden Galwan jumlah pasukan yang dikerahkan meningkat dan bahkan sebelum insiden itu dimulai," kata Sudan.

Ia menyinggung tentang insiden yang menewaskan 20 tentara India dan memicu sentimen anti-China di negara itu. Arunachal Pradesh yang China klaim sebagai Tibet Selatan menjadi wilayah pusat perang China-India tahun 1962.

Para pengamat keamanan memperingatkan wilayah itu dapat menjadi titik kekerasan lagi di masa depan. Tapi juru bicara militer India Letnan Kolonel Harsh Wardhan Pande mengatakan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dan pengerahan pasukan di wilayah itu hanya bagian dari rotasi rutin.

"Pada dasarnya, pergantian unit, ini dilakukan setiap saat, tidak ada yang berarti, hingga saat ini, tidak ada yang perlu dikhawatirkan di perbatasan," kata Pande di dekat Guwahati.

Namun anggota parlemen India dari Arunachal, Tapir Gao mengatakan pasukan China kerap melewati perbatasan India. "Hal itu fenomena yang rutin terjadi dan tidak ada hal yang baru," katanya.  

Ia mengatakan, daerah Walong dan Chaglagam di Anjaw menjadi daerah yang paling rentan. Pada perang tahun 1962 India mengatakan, pasukannya yang kalah jumlah 'memblokade invasi pasukan China' di Walong.

Saat ini daerah perbukitan, padang rumput, dan sungai tersebut menjadi fokus pembangunan pemerintah.  "Apa yang kami coba lakukan adalah menciptakan lebih banyak kemungkinan dan kesempatan bagi warga desa," kata Sudan.

Ia membahas tentang rencana pembangunan desa di daerah sengketa. "Ini mendorong agar warga kembali bermukim," katanya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement