Rabu 02 Sep 2020 18:38 WIB

Studi Israel: Kesepakatan UEA, Buka Yahudi Ibadah di Al Aqsa

Kesepakatan UEA dengan Israel dikhawatirkan memicu pemisahan spasial di Baitul Maqdis

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
 Warga Palestina mengibarkan bendera selama protes di Tepi Barat, di desa Yatta, dekat Hebron, 21 Agustus 2020. Warga Palestina memprotes perjanjian perdamaian untuk membangun hubungan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab.
Foto: EPA-EFE/ABED AL HASHLAMOUN
Warga Palestina mengibarkan bendera selama protes di Tepi Barat, di desa Yatta, dekat Hebron, 21 Agustus 2020. Warga Palestina memprotes perjanjian perdamaian untuk membangun hubungan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pusat penelitian Israel di bidang Yerusalem menyimpulkan kesepakatan normalisasi hubungan Israel-Uni Emirat Arab (UEA) mengubah Bait Suci Al-Aqsa ke arah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Laporan Terrestrial Jerusalem menyebutkan kesepakatan itu memberikan hak pada umat Yahudi untuk berdoa di dalam Masjid Al-Aqsa.

Seperti dilansir dari Middle East Monitor, Terrestrial Jerusalem adalah lembaga non-profit Israel yang fokus mengawasi perubahan dan perkembangan yang terjadi di Yerusalem. Lembaga ini dikelola oleh aktivis dan pengamat politik terkenal Israel, Daniel Seidman.

Baca Juga

Tabloid Amerika Serikat (AS) Newsweek menyebut Siedman 'orang yang paling memahami apa yang terjadi di Yerusalem dan tidak ada perubahan di kota suci yang lolos darinya bahkan hanya pergerakan serpihan debu'.  Terrestrial Jerusalem menilai kesepakatan UEA-Israel memicu perubahan signifikan di kota suci yang menguntungkan warga Israel.

"Hal ini dilakukan sedemikian rupa hingga menghilangkan harapan Yerusalem menjadi ibu kota masa depan negara Palestina," tulis Middle East Monitor, Rabu (2/9).

Padahal klausa yang terdapat dalam perjanjian UEA-Israel yang dikeluarkan beberapa hari yang lalu tampaknya untuk memenuhi kepentingan muslim. Tapi sebenarnya membatasi hak muslim untuk beribadah di bagian yang diduduki Israel.

"Muslim yang datang ke Israel dengan damai memiliki hak untuk berdoa di Masjid Al-Aqsa," kata klausa tersebut yang seolah dinilai menguntungkan Muslim

Catatan yang menjadi perhatian adalah pertama kalinya kata 'Masjdi Al-Aqsa' tercantum dalam dokumen internasional. Karena biasanya tempat suci umat Muslim itu disebut sebagai Al-Haram Al-Sharif atau Baitulmaqdis atau Bait Suci.  

"Untuk pertama kalinya hak Muslim dikurangi hanya di Masjid Al-Aqsa," tulis Terrestrial Jerusalem dalam laporan mereka.

Umat Islam selalu menganggap kompleks Masjid Al-Aqsa bukan hanya bagian selatannya saja. Sebaliknya Israel selalu menilai Masjid Al-Aqsa hanya bagian bangunannya dan bagian lain tempat suci itu adalah 'Bukit Bait Suci'.

Artinya Israel berhasil membuat perubahan signifikan di kota suci dengan persetujuan Uni Emirat Arab. Dalam perjanjian itu juga disebutkan 'bagian lain di tempat suci di Yerusalem tetap terbuka bagi umat agama lain'.

Hal ini dapat ditafsirkan umat Yahudi dapat berdoa di dalam Baitulmaqdis. Dalam laporannya Terrestrial Jerusalem menulis perubahan signifikan yang Israel lakukan ini juga dapat persetujuan dari Uni Emirat Arab.

Kesepakatan Uni Emirat Arab dengan Israel dikhawatirkan memicu pemisahan spasial di Baitul Maqdis seperti yang dilakukan Israel di Masjid Ibrahimi di Hebron. Di mana diberlakukan pemisahan antara muslim dan Yahudi tapi luas bagian Yahudi jauh lebih besar dibandingkan untuk umat Muslim.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement