REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Komandan Khmer Merah yang dikenal sebagai "Kamerad Duch", algojo utama sekaligus kepala keamanan masa itu yang mengawasi pembantaian setidaknya 14.000 orang Kamboja di penjara Tuol Sleng, meninggal dunia pada Rabu (2/9), dalam usia 77 tahun.
Kaing Guek Eav, nama asli "Kamerad Duch", merupakan anggota pertama pada kepemimpinan Khmer Merah yang menghadapi persidangan atas peranannya dalam menghabisi sedikitnya total 1,7 juta orang selama rezim itu pada 1975 hingga 1979. Duch meninggal pada 00:52 tengah malam waktu setempat di Rumah Sakit Persahabatan Khmer Soviet di Ibu Kota Phnom Penh, kata juru bicara peradilan terhadap Khmer Merah, Neth Pheaktra.
Pheaktra tidak memberikan informasi mengenai penyebab rinci kematian, tetapi Duch diketahui telah sakit beberapa tahun terakhir. Pada 2010, pengadilan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memutuskan Duch bersalah atas pembunuhan massal, penyiksaan, dan kejahatan terhadap kemanusiaan di penjara Tuol Sleng--eks-sekolah tingkat atas Phnom Penh yang hingga kini masih berdiri sebagai monumen peringatan kekejaman yang terjadi.
Duch dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, dua tahun setelah hakim menolak permohonan banding yang menyebut bahwa dia hanya seorang pejabat junior. Duch kemudian menyatakan penyesalan atas kejahatan yang dilakukannya.
Norng Chan Phal, satu dari sedikit penyintas Tuol Sleng, masih anak-anak ketika ia dan orang tuanya dikirim ke penjara itu dan interogasi atas tuduhan mempunyai pertautan dengan musuh Khmer Merah, yakni Vietnam. Orang tua Chan Phal disiksa dan dibunuh, tetapi dia sendiri bertahan hingga akhirnya memberikan keterangan pada persidangan Duch tahun 2010.
"Dia kooperatif, dia berbicara dengan jujur di hadapan pengadilan. Dia meminta maaf kepada semua korban 'S-21' dan memohon mereka untuk berlapang hati. Dia juga meminta maaf kepada saya," kata Chan Phal.
"Dia sudah meminta maaf, namun keadilan belum terpenuhi," ujar dia menambahkan.
Di bawah kepemimpinan Duch, tahanan di penjara Tuol Sleng yang diberikan kode nama "S-21" diperintahkan untuk menahan tangisan kesakitan mereka selagi penjaga Khmer Merah, yang kebanyakan para remaja, meminta pengakuan mereka atas kejahatan palsu, dengan menggunakan siksaan. Para penjaga diarahkan untuk menyiksa para pengkhianat dan kontra-revolusionis. Bagi Khmer Merah, hal itu bisa berarti siapa saja, mulai dari guru sekolahan hingga anak-anak, juga perempuan hamil dan "intelektual" yang mereka identifikasi hanya karena mengenakan kacamata.
Di luar kengerian di Tuol Sleng, Duch, yang sebelumnya merupakan guru matematika, mempunyai obsesi terhadap hal detail dan menjaga penjaranya agar tetap tertata dengan baik dan cermat.
"Tak ada hal yang boleh berada di bekas gedung sekolah ini tanpa persetujuan Duch. Kendali Duch sangatlah total," tulis fotografer dan penulis Nic Dunlop, yang menemukan Duch tengah bersembunyi dekat perbatasan Thailand pada 1999, dua dekade usai Khmer Merah jatuh.
"Setelah Anda berjalan melalui koridor kosong di Tuol Slengungkapan Stalin bahwa satu kematian adalah tragedi, sejuta kematian adalah statistik, menjadi sebuah kekuatan mengerikan," tulis Dunlop dalam buku kekejaman Duch, The Lost Executioner.