REPUBLIKA.CO.ID, Meskipun Islam membebaskan sebagian besar harta yang diperoleh manusia untuk dapat dikelola secara mandiri, namun terdapat klasifikasi golongan tertentu yang dilarang untuk mengelola hartanya sendiri. Larangan ini disebut hajr.
Dalam kitab Minhajul Muslim karya Syekh Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri dijelaskan, hajr merupakan larangan bagi seseorang untuk mengelola hartanya sendiri. Mereka yang termasuk didalamnya antara lain masih kecil, gila, akalnya kurang sempurna, boros, dan bangkrut.
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah An-Nisa ayat 5: “Wa la tu’tu as-sufaha-a amwalakum allatui ja’alallahu lakum qiyaman warzuquhum fihaksuhum wa qulu lahum qaulan ma’rufan,”. Yang artinya: “Dan janganlah kalian serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaan kalian) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik,”.
Hijr juga dapat ditemui berdasarkan hadis Rasulullah SAW. Yang saat itu Nabi melarang Muadz bin Jabal mengelola hartanya yang habis untuk membayar utang. Di mana akhirnya Rasulullah menjual harta Muadz dan dipergunakan untuk melunasi utangnya, sehingga tidak ada harta tersisa bagi Muadz.
Klasifikasi hijr bisa meliputi anak kecil yang belum baligh, anak-anak yatim, safih (orang bodoh yang belum bisa mengatur harta, boros, atau bekehendak sesuai nafsunya sendiri), orang gila (hilang atau kurang akal), dan orang sakit.