Kamis 03 Sep 2020 13:01 WIB

Desakan Minta Maaf dan Klarifikasi PDIP Soal Sumbar

Kata-kata Puan Maharani dianggap menyinggung perasaan warga Sumbar soal nasionalisme.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Handi Risza Sekretaris Bidang Ekuinteklh DPP PKS (Tengah)
Foto: dok. PKS
Handi Risza Sekretaris Bidang Ekuinteklh DPP PKS (Tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sempat berbicara terkait sikap politik publik di Sumatera Barat (Sumbar). Hal tersebut lantas dinilai telah menyinggung masyarakat yang tinggal atau berasal dari wilayah tersebut.

Pernyataan itu diungkapkan partai berlogo kepala banteng moncong putih tersebut saat mengumumkan calon kepala daerah gelombang ke-5 pada Rabu (2/9). Kata-kata yang dinilai menyinggung itu dilontarkan Ketua DPP PDIP Puan Maharani saat mengumumkan calon wali kota dan wakil wali kota Sumbar.

Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Handi Risza meminta, agar Puan Maharani minta maaf dan mencabut pernyataannya yang berharap Sumbar menjadi provinsi yang mendukung negara Pancasila. Menurut Handi, pernyataan tersebut telah menyinggung dan meragukan rasa nasionalisme masyarakat Sumbar.

"Mbak Puan, Anda telah menyinggung perasaan kami, kami ingin Anda cabut kata-kata tersebut. Jangan pernah ragukan nasionalisme masyarakat Sumbar yang telah berjuang melahirkan Pancasila dan berkorban bagi Keutuhan NKRI," kata Handi dalam keterangan, Kamis (3/5).

Dia meminta Ketua DPR RI itu untuk meminta maaf kepada masyarakat Sumbar atas pernyataannya tersebut. Dia lantas mengingatkan Puan bahwa Bukit Tinggi, Sumbar pernah menjadi ibu kota dari Pemerintahan darurat usai kemerdekaan RI.

Dia juga menyebut peran Mohammad Natsir yang menjadi bapak NKRI dengan mosi integralnya menyelamatkan keutuhan negara. Begitu juga dengan peran tokoh Sumbar lainnya seperti Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir dan Tan Malaka yang pernah berjuang bersama Soekarno.

"Mbak Puan lupa siapa yang mendirikan bangsa ini dan penggagas Pancasila bersama kakeknya, Bung Karno. Ini menunjukkan Pancasila lahir dari kekayaan budaya dan pemikiran para leluhur kami," katanya.

PDIP kemudian merespons dan mengatakan, bahwa masyarakat Sumbar sesungguhnya berpikiran terbuka. Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto menyebut, warga Sumbar dikenal religius, kritis, rajin menuntut ilmu, dan tradisi kebudayaan yang luar biasa.

"PDI Perjuangan sangat menghormati para pahlawan bangsa, termasuk yang berasal dari Minang," kata Hasto Kristiyanto.

Secara pribadi, dia mengaku, bersahabat dekat dengan tokoh PKS seperti almarhum KH Yusuf Supendi hingga tokoh muda nasional yang juga deklarator Partai Gelora, Fahri Hamzah. Dia menyampaikan bahwa PDIP memberi penghormatan tinggi kepada pahlawan bangsa termasuk asal Sumbar.

Pandangan lainnya juga disampaikan politikus PDIP Zuhairi Misrawi alias Gus Mis. Cendekiawan Nahdlatul Ulama (NU) itu menilai bahwa pernyataan Puan lebih kepada perspektif kekinian sekaligus harapan agar Pancasila benar-benar membumi dalam laku keseharian dan kehidupan berbangsa seluruh warga Indonesia.

Dia mengatakan, Provinsi Sumbar telah berubah total usai 10 tahun dipimpin PKS. Dia menilai, selama masa itu juga, tampak tidak ada kemajuan fundamental. Dia mengatakan, fakta yang ada, intoleransi dan politik identitas berkembang di wilayah yang masyarakatnya dikenal terbuka itu.

Gus Mis berharap, agar berbagai gorengan politik tidak dimanfaatkan mengingat momentum Pilkada. Menurutnya, politik seharusnya mengedepankan kompetisi yang mencerdaskan.

Saat mengumumkan rekomendasi calon kepala daerah Sumbar, Puan berharap agar provinsi tersebut mendukung negara Pancasila. Kendati, Puan tidak menjelaskan lebih lanjut maksud pernyataannya itu. Adapun dalam Pilkada Sumbar, PDIP mendukung pasangan Mulyadi-Ali Mugni.

"Untuk Provinsi Sumatera Barat, rekomendasi diberikan kepada Mulyadi dan Ali Mukhni. Semoga Sumatera Barat bisa menjadi provinsi yang mendukung negara Pancasila," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement