Jumat 04 Sep 2020 07:53 WIB

‘Hanya Penumpang yang Bisa Selamatkan Garuda Indonesia’

Industri penerbangan menjadi salah satu yang paling terdampak sejak pandemi Covid-19.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Pesawat jenis boeing milik Garuda Indonesia lepas landas di Bandara Soekarno Hatta.
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Pesawat jenis boeing milik Garuda Indonesia lepas landas di Bandara Soekarno Hatta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk hingga saat ini masih berupaya untuk bertahan memulihkan kembali kondisi perusahaan di tengah pandemi Covid-19. Direktur Layanan Pengembangan Usaha dan Teknologi Informasi Garuda Indonesia Ade R Susardi mengatakan satu-satunya yang dapat menyelamatkan Garuda hanya penumpang.

“Yang bisa menyelamatkan kita sekali lagi hanya penumpang. Terbang itu aman tetap jaga protokol kesehatan,” kata Ade dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (3/9).

Baca Juga

Ade mengakui industri penerbangan menjadi salah satu yang paling terdampak sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Dengan adanya situasi pandemi, kata dia, terjadi travel restriction di semua negara termasuk Indonesia.

Meskipun begitu, Ade memastikan saat ini Garuda Indonesia masih melakukan penerbangan Internasional seperti ke Amsterdam, Korea Selatan, Hongkong, Singapura, Malaysia, Jepang, dan Australia. “Tapi frekuensi kita kurangi sesuai jumlah penumpang yang kita bawa,” ujar Ade.

Ade menambahkan, tantangan lainnya yakni masih ada sejumlah negara yang membatasi jumlah penumpang yang dibawa ke negaranya. Seperti Australia atau Sidney yang hanya mengizinkan maskapai hanya membawa 50 penumpang setiap penerbangan karena aturan dan proses yang terbatas di setiap bandara.

Meskipun begitu, Ade mengakui Garuda masih sangat tertolong dengan penerbangan domestik. “Domestik ini menjadi pasar yang cukup kuat dan besar. Walaupun di internasional banyak kendala, di domestik kita sudah mulai bangkit kembali,” jelas Ade.

Untuk itu, Ade menegaskan, Garuda Indonesia masih sangat bergantung kepada penerbangan domestik. Dalam survei yang dilakukan Garuda Indonesia, Ade mengatakan sebanyak 73 persen ingin terbang dalam waktu sekarang atau enam bulan dan 56 persen memang memerlukan akses penerbangan sampai Desember 2020.

“Tapi yang benar-benar beli tiket hanya 12 persen. Hal ini juga yang kita lihat sebagai satu kendala. Ingin tapi tidak yakin karena situasinya ragu. Takut dokumen penerbangan kurang, perlu persiapan PCR dan rapid, ini complicated,” ungkap Ade.

Terlebih, Ade menilai masyarakat yang ingin bepergian masih di Pulau Jawa saat ini masih lebih banyak memilih jalur darat. Hal tersebut didukung dengan kondisi jalan tol yang bagus dan tidak dipusingkan dengan dokumen perjalanan.

“Ini yang perlu edukasi, perjalanan melalui transportasi udara sebenarnya aman tapi harus sesuai dengan protokol kesehatan,” tutur Ade.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement