Jumat 04 Sep 2020 10:32 WIB

Jam Malam dan Dilema Resesi dari Penutupan Cepat Retail

Aprindo sebut toko retail taat protokol hingga bukan jadi klaster Covid-19.

Suasana jalanan saat jam pulang kerja di Depok, Jawa Barat, Senin (31/8). Pemerintah Kota Depok memberlakukan jam malam bagi warga hingga pukul 20.00 WIB dan  pembatasan jam operasional layanan secara langsung bagi kafe, minimarket, rumah makan dan mal hingga pukul 18.00 WIB dan layanan antar hingga pukul 21.00 WIB  yang diterapkan mulai hari ini mengingat kasus COVID-19 di Depok merupakan yang tertinggi di Jawa Barat dengan kasus terakhir sebanyak 2.152 kasus positif.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Suasana jalanan saat jam pulang kerja di Depok, Jawa Barat, Senin (31/8). Pemerintah Kota Depok memberlakukan jam malam bagi warga hingga pukul 20.00 WIB dan pembatasan jam operasional layanan secara langsung bagi kafe, minimarket, rumah makan dan mal hingga pukul 18.00 WIB dan layanan antar hingga pukul 21.00 WIB yang diterapkan mulai hari ini mengingat kasus COVID-19 di Depok merupakan yang tertinggi di Jawa Barat dengan kasus terakhir sebanyak 2.152 kasus positif.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Iit Septyaningsih, Sapto Andika Candra, Arie Lukihardianti

Penerapan jam malam di sejumlah kota, misalnya, Depok dan Bogor, memang bertujuan menekan laju kasus positif Covid-19. Di sisi lain jam malam menyebabkan pelaku usaha berpotensi mengalami penurunan omzet.

Baca Juga

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah khususnya pemerintah daerah (pemda) agar tidak membatasi jam operasional ritel modern. Sebab selama ini peritel telah menjalankan usahanya sesuai protokol kesehatan.

"Misal ada beberapa daerah yang memberlakukan jam operasional toko ritel hanya 5 sampai 6 jam. Sementara tidak terbukti sampai hari ini, ritel modern sangat terjaga dan bukan klaster (Covid-19), sekarang perkantoran yang jadi klaster karena di sana orang datang lalu bisa duduk serta berinteraksi selama 5 sampai 6 jam, kalau ada OTG (Orang Tanpa Gejala) bisa terdampak," tutur Ketua Umum Aprindo Roy Mandey kepada Republika.co.id.

Sementara itu, lanjutnya, orang datang ke toko ritel hanya belanja sekitar setengah jam, kemudian pergi. Maka, kata dia, jam operasional ritel modern harus diberi keleluasaan.

"Kita pun sudah terapkan protokol kesehatan, seperti masuk toko harus cuci tangan, pakai masker, lalu saat bayar physical distancing 1,5 meter. Kasir juga menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), stroller dan kantong belanja juga kita disinfektan terus," tutur Roy.

Bagi dia, kebijakan pembatasan jam operasional peritel hanya 5 sampai 6 jam tidak berdasar dan tidak berlandaskan kajian. "Bagaimana ekonomi mau bangkit dan konsumsi meningkat, kalau tempat konsumsinya malah ditutup dan dibatasi?" tegasnya.

Roy menuturkan, supaya ekonomi pada kuartal ketiga tidak kembali minus, aktivitas perekonomian harus digenjot terutama pada September ini. Jadi selain disiplinkan masyarakat lakukan protokol kesehatan, ekonomi harus tetap pula dibangkitkan atau dilindungi.

"Kalau pemahaman beberapa daerah tidak sama dan membatasi ritel, maka kita siap-siap terima resesi. Sebenarnya bisa tidak terjadi resesi, tapi karena salah paham dan tidak ikuti arahan pusat karena tidak mengerti duduk persoalan, cuma keluarkan Pergub (Peraturan Gubernur) atau Perda (Peraturan Daerah), batasi sana-sini, ya resesi," jelas Roy.

Ia menambahkan, bantuan langsung tunai yang digelontorkan pemerintah guna meningkatkan daya beli masyarakat, kini sudah mulai efektif. Namun belum sangat efektif.

"Artinya masih perlu ditingkatkan lagi bantuan tunai. Satu-satunya cara tingkatkan konsumsi memang tidak ada jalan lain, selain bantuan tunai, maka harus diperluas," katanya.

Satgas Penanganan Covid-19 mengapresiasi langkah Pemerintah Kota Bogor dan Depok, Jawa Barat, yang menerapkan jam malam bagi warganya. Kebijakan ini dibuat menyusul kenaikan kasus Covid-19 yang cukup signifikan dalam beberapa pekan terakhir.

Juru Bicara Satgas, Wiku Adisasmito, meminta daerah lain bisa meniru langkah cepat Pemkot Bogor dan Depok dalam merespons tingkat penularan Covid-19 yang tinggi di wilayahnya. Wiku mengingatkan, dibukanya aktivitas sosial dan ekonomi tetap harus berdasarkan kajian data dan evaluasi yang ketat. Artinya, ujarnya, peningkatan kasus yang signifikan juga harus diikuti respons cepat seperti pengetatan kembali aktivitas warga.

"Hal seperti inilah yang harus dilakukan oleh pemda sebagai satgas di tingkat kabupaten/kota atau provinsi agar segera mengambil langkah cepat, agar kondisinya terkendali," kata Wiku dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Kamis (3/9).

Bagi daerah yang sudah cukup aktivitas warganya cukup longgar, ujar Wiku, pemda harus secara aktif melakukan evaluasi dan pengawasan. Bila ada ditemukan adanya peningkatan kasus, Wiku meminta pemda secara sigap mencari solusi yang sesuai.

Pemda juga diminta secara ketat memastikan warganya menjalankan protokol kesehatan. Bila perlu, kata Wiku, sanksi harus diberikan kepada pelanggar protokol kesehatan. Mengenai sanksi ini juga sudah diatur dalam instruksi presiden (inpres) nomor 6 tahun 2020.

Satgas mencatat, sudah ada 26 provinsi yang merampungkan peraturan daerah mengenai sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. Delapan provinsi juga dilaporkan sedang menyelesaikan rancangan perda-nya.

"Segera setelah perda selesai, diterapkan dan ditegakkan kedisiplinan ini agar betul-betul masyarakat dapat disiplin menjalankan protokol kesehatan," ujar Wiku.

Pengetatan aktivitas dianggap menjadi jurus paling ampuh untuk menekan laju penularan. Apalagi, sejumlah daerah menunjukkan penambahan kasus harian yang signifikan dalam beberapa pekan terakhir.

"Apabila timbul masalah di depan seperti yang sekarang terjadi di beberapa tempat, segera pemda melakukan pengetatan kembali agar kasusnya terkendali. Pengetatan bisa saja sampai dengan penutupan aktivitas sosial ekonomi," kata Wiku.

Pengetatan, ujar wiku, dilakukan terhadap aktivitas sosial ekonomi masyarakat dengan mempertimbangkan kajian data. Pemda diminta memilah sektor-sektor mana saja yang paling berkontribusi dalam terjadinya lonjakan kasus positif Covid-19 di daerah masing-masing.

"Kami mohon agar seluruh pemda benar-benar disiplin karena kalau tidak demikian maka kasusnya menjadi tidak terkendali," ujar Wiku.

Wiku menambahkan, pembukaan sektor ekonomi memang diperbolehkan dengan mempertimbangkan sejumlah hal. Sebelum memutuskan membuka kegiatan ekonomi, pemda harus melakukan prakondisi dengan melihat lagi kemampuan fasilitas kesehatan setempat. Pemda juga harus memastikan seluruh fasilitas pendukung siap, seperti transportasi dan fasilitas umum.

"Dan melakukan koordinasi pusat dengan daerah sehingga apa yang dilakukan benar-benar terukur sehingga tidak timbul masalah di depan," katanya.

Menurutnya, langkah Indonesia untuk membuka kembali sektor ekonomi juga dilakukan oleh banyak negara lain di dunia. Tentunya, dengan syarat protokol kesehatan benar-benar dijalankan oleh masyarakat.

Diberitakan sebelumnya, rekor penambahan kasus harian Covid-19 kembali terpecahkan. Pemerintah merilis ada penambahan kasus konfirmasi positif sebanyak 3.622 orang dalam 24 jam terakhir. Dari penambahan kasus hari ini, DKI Jakarta kembali menjadi provinsi dengan kasus baru terbanyak akni 1.359 orang. Angka ini sekaligus menjadi rekor tertinggi bagi ibu kota.

Jika dilihat dari grafik penambahan kasus harian, jelas terlihat bahwa trennya masih terus menanjak. Bila pada Juli lalu jumlah kasus harian masih berada di kisaran 1.000 sampai 2.000 orang, pada Agustus mulai terjadi peningkatan. Sepanjang Agustus lalu, penambahan kasus harian di atas 2.000 orang mulai jamak.

Kondisinya semakin memburuk pada awal September ini. Tercatat sudah empat kali penambahan kasus harian tembus angka 3.000 dalam sehari. Pertama pada 28 Agustus lalu dengan 3.003 kasus, lalu pada 29 Agustus dengan 3.308 kasus, 2 September dengan 3.075 kasus, dan hari ini 3.622 kasus.

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengaku akan terus mencari upaya-upaya meningkatkan produktivitas ekonomi. "Salah satunya mendorong daya beli masyarakat. Maka, bantuan tunai bagi pekerja dan bantuan bagi UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) akan kita dorong," katanya.

Emil mengatakan, dalam rapat terbatas (ratas) bersama Gubernur se-Indonesia, Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo memberi arahan kepada kepala daerah untuk meningkatkan kualitas pemulihan ekonomi secara komprehensif.  Emil berharap, Jabar terhindar dari resesi. Jika ekonomi Jabar mengalami pertumbuhan negatif pada kuartal III-2020, ia optimistis pertumbuhan ekonomi Jabar pada kuartal IV-2020 kembali positif.

“Harapannya mudah-mudahan tinggal satu bulan untuk caturwulan (kuartal) ketiga ini tidak ada resesi. Tapi kalaupun ada, kita hadapi sama-sama dan hasil prediksi semoga benar, di akhir tahun kita bisa positif,” katanya.

Menurut Emil, proyek pemerintahan yang berjalan di akhir tahun dan belanja pemerintah dapat mendongkrak ekonomi Jabar. Selain itu, Pelabuhan Patimban di Kabupaten Subang ditargetkan bakal beroperasi pada November 2020.

“Kemudian di Jawa Barat juga investasi terus mengalir, salah satunya Oktober  ada groundbreaking Rebana. Kota Baru pada Oktober akan dimulai, satu dari sekian Kota Baru di Rebana. Kemudian pada November ada peresmian Pelabuhan Patimban,” katanya.

Menurutnya, belanja pemerintah dan pembayaran proyek rata-rata terjadi di akhir tahun. "Itulah kenapa pertumbuhan ekonomi pada akhir tahun diprediksi akan melompat," katanya.

Jika protokol kesehatan diterapkan dengan ketat, kata Emil, pengendalian Covid-19 dapat berjalan beriringan dengan kegiatan ekonomi.  "Jadi, saya titip tolong diingatkan para pekerja di industri, pabrik, di tempat masing-masing agar protokol kesehatan tidak hanya diterapkan di tempat kerja, tapi juga diterapkan di tempat bermukim atau tempat tinggal,” kata Emil seraya mengatakan hal itu akan ditelusuri dan akan dilokalisir.

Karena, kata dia, ternyata polanya bukan di tempat industrinya, tapi lebih ke tempat bermukimnya. "Kita berikan edukasi dan tes akan dilakukan secara masif," katanya.

photo
Jam Malam di Bogor dan Depok - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement