REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR Marwan Jafar meminta Undang-Undang (UU) No 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian segera direvisi dan menjadi program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas.
"Sesegera mungkin revisi UU perkoperasian, segera direvisi dan disesuaikan dengan masa sekarang, masa pandemi dan pasca pandemi ini UU koperasi sudah tidak relevan. Saya meminta RUU perkoperasian harus menjadi Prolegnas prioritas," kata Marwan dalam pesan yang diterima Republika, Kamis (3/9).
Menurutnya, UU perkoperasian harus mewujudkan koperasi yang mampu meningkatkan perekonomian masyarakat di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Dengan demikian, Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang sehat, kuat, mandiri, dan tangguh, serta terpercaya sebagai entitas bisnis dapat menggerakkan roda perekonomian masyarakat.
Marwan menilai, sudah saatnya RUU Perkoperasian harus segera disesuaikan dengan situasi dan kondisi di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
Selain itu, kata Marwan, klaster anggaran Kementerian Koperasi dan UKM perlu untuk ditingkatkan. Mengingat, di tengah pandemi Covid-19 saat ini Kementerian Koperasi dan UKM menjadi sorotan dan perbincangan yang menjadi ujung tombak perekonomian masyarakat.
"Menaikkan klaster kementerian, jadi kementerian UKM ini kan klaster tiga, jadi gimana menjadi klaster dua, syukur-syukur bisa klaster satu, karena semua orang ngomong soal koperasi UKM, tetapi tidak dibarengi dengan perubahan struktur organisasi. Karena memang kementerian UKM ini dibutuhkan di tengah pandemi ini," terang Marwan.
Dalam kesempatan itu, Marwan juga menyinggung terkait data perkoperasian dan UKM yang hingga saat ini masih berbelit-belit. Ia menyarankan, agar kementerian koperasi UKM membentuk tim khusus untuk membuat data perkoperasian UKM menjadi satu pintu.
"Masa sih soal data dari dulu sampai sekarang, saya menyarankan kementerian perkoperasian UKM tidak berbelit-belit, maka kementerian perkoperasian harus membuat tim khusus untuk membuat satu pintu data perkoperasian UKM," saran Marwan.
Marwan menegaskan, termasuk peraturan-peraturan yang berbelit di dinas daerah juga harus dipangkas. Sebab, hal itu dinilai menyulitkan masyarakat di tengah pandemi Covid-29 saat ini.
"Ini kan semua orang ngomong soal koperasi UMKM, tapi kalau syaratnya berbelit tidak selesai, tidak ada artinya kalau peraturannya seperti ini, maka peraturannya harus dipangkas," tegasnya.
Ia mencontohkan, peran Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yangn hanya memungut retribusi dari para anggota tanpa menjalankan tugas sebagai pendampingan.
"Jika ada koperasi yang beramsalah tapi pendampingannya tidak jelas, tidak konkret dan tidak solutif," ujar mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi itu.