Jumat 04 Sep 2020 16:32 WIB

Gapmmi: Tren Industri Mamin Naik Didorong Stimulus

Utilitas pabrik mamin pun sudah meningkat menjadi 60 persen.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Konsumen berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta, Kamis (3/9). Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyatakan tren pertumbuhan industri makanan dan minuman (mamin) terus naik.
Foto: Prayogi/Republika
Konsumen berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta, Kamis (3/9). Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyatakan tren pertumbuhan industri makanan dan minuman (mamin) terus naik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyatakan tren pertumbuhan industri makanan dan minuman (mamin) terus naik. Sebelumnya pada April lalu, sektor tersebut mengalami pertumbuhan terendah. 

"Mei industri mamin mulai membaik. Lalu Juni dan Juli membaik juga, sudah akan terus naik trennya," ujar Ketua Gapmmi Adhi S Lukman saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (4/9).

Baca Juga

Ia memperkirakan, dari sisi utilitas pabrik, saat ini bisa mencapai 60 persen. "Kalau normalnya utilitas pabrik mamin 80 persen ke atas," ujar dia. 

Kenaikan utilitas juga omzet industri mamin ke depan, kata dia, turut dipengaruhi stimulus bantuan tunai yang digelontorkan pemerintah. "Pada Agustus ASN dapat gaji 13, kartu Prakerja sudah jalan, kemudian pada September dikucurkan subsidi gaji Rp 2,4 juta. Ini saya optimistis bisa dorong daya beli masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah," tuturnya.  

Menurut dia, penyaluran bantuan tunai memang belum maksimal, namun setidaknya ada upaya dari pemerintah. "Ini tergantung kemampuan pemerintah, niatnya sudah baik. Tinggal konsistensi saja," kata Adhi. 

Dirinya berharap, stimulus bantuan tunai harus ditambah dan diperluas. "Menurut saya jangan sampai Desember, kalau bisa terus sampai tahun depan, karena ini dampaknya panjang," ujar dia. 

Adhi melanjutkan, masyarakat menengah atas pun harus mulai belanja atau melakukan spending. "Kalau masalah masyarakat atas bukan daya beli, tapi ketakutan sehingga membatasi aktivitas, namun setelah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) longgar mereka mulai spending, restoran mulai ramai," ujarnya. 

Hanya saja, ia menegaskan, harus tetap berhati-hati. Sebab penyebaran Covid-19 sekarang mulai signifikan. 

"Saya setuju PSBB dilonggarkan tapi harus ketat laksanakan protokol kesehatan, kalau tidak bahaya. Jadi jangan anggap diri sehat tapi ternyata OTG (Orang Tanpa Gejala). Ini perlu waspada bersama, kalau tidak sadar dampaknya akan ke ekonomi," tegas Adhi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement