Sabtu 05 Sep 2020 00:08 WIB

Komentar Puan dan Sulitnya PDIP Raih Suara di Sumbar

PDIP meyakini Puan tidak pernah bermaksud menyinggung orang Minang.

Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani dipandang menyinggung perasaan orang Minang ketika berceletuk tentang Pancasila dan Sumbar.
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani dipandang menyinggung perasaan orang Minang ketika berceletuk tentang Pancasila dan Sumbar.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Rizkyan Adiyudha

Pernyataan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani meraih kritik tajam dari berbagai kalangan. Puan dianggap menyinggung perasaan masyarakat Sumatra Barat (Sumbar).

Baca Juga

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Praytino menilai pernyataan Puan menyinggung masyarakat banyak. Pernyataan tersebut menurutnya juga bertabrakan dengan pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada sidang tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD Tahun 2020 di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD, Jakarta, Jumat (14/8) lalu.

"Pernyataan Puan bertabrakan dengan pernyataan Presiden Jokowi waktu pidato tahunan bahwa tak boleh ada yang merasa yang paling Pancasilais dan paling agamis," kata Adi kepada Republika.co.id, Jumat (4/9).

Adi juga menilai pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang memecah belah. Ia menambahkan, sebagai elit Puan seharusnya memberikan pernyataan yang sejuk. Bukan malah tendensius yang memancing amarah publik, terutama rakyat sumbar.

"Bangsa ini sudah merdeka. Tak perlu menuding kelompok atau daerah tertentu tak Pancasilais. Banyak tokoh pendiri bangsa ini dari Sumbar," ujarnya.

Menurutnya, jangan hanya karena kalah politik lalu menuding Sumbar tak Pancasilais. Bahkan di Sumbar, katanya, justru tidak diterapkan perda syariah. Berbeda dengan daerah lain yang menerapkan perda syariah.

"Jangan apa-apa langsung menuduh tak Pancasilais, radikal, intoleran, dan lain-lain. Itu tak baik. Kalau ada yang tak sesuai hukum proses saja sesuai prosedur," ungkapnya.

Pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dimaksud mengatakan, demokrasi di Indonesia menjamin kebebasan berekspresi bagi setiap warganya. Namun, kata Jokowi, kebebasan tersebut harus menghargai hak orang lain juga. Karena itu, dia mengingatkan agar tak ada masyarakat yang merasa paling benar sendiri dan menyalahkan orang lain serta agar tak ada masyarakat yang merasa paling beragama dibandingkan orang lain.

“Demokrasi memang menjamin kebebasan, namun kebebasan yang menghargai hak orang lain. Jangan ada yang merasa paling benar sendiri, dan yang lain dipersalahkan. Jangan ada yang merasa paling agamis sendiri. Jangan ada yang merasa paling Pancasilasis sendiri,” ujar Jokowi.

Komentar Puan Maharani menuai kontroversi saat mengumumkan Mulyadi dan Ali Mukhni sebagai kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar. Saat itu ia melontarkan kalimat 'semoga Sumatra Barat menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila'. Pernyataannya diduga terkait PDIP yang perolehan suaranya rendah di Sumbar.

Pengamat Politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai wajar kalau PDIP sulit merebut hati masyarakat Sumbar. Menurutnya, Sumbar merupakan wilayah agamis dan kuat dalam konteks pengamalan ajaran Islam.

"Dan PDIP itu dikesankan atau terkesan partai nasionalis yang tak terlalu "ramah" dengan Islam," kata Ujang Komarudin.

Dia melanjutkan, ada beberapa kader partai berlogo kepala banteng moncong putih itu yang mengecam tokoh-tokoh Islam, seperti Dewi Tanjung dan lain-lain. Dia mengatakan, wajar bila kondisi itu membuat masyarakat dan tokoh Sumbar tidak menaruh simpati pada PDIP.

Dia mengatakan, secara historis memang benar banyak tokoh Sumbar yang dekat dengan Presiden pertama RI Soekarno. Namun dalam berjalannya waktu, masyarakat Sumbar yang kritis dan agamis sulit menerima PDIP.

Menurutnya, PDIP harus menonjolkan wajah Islam guna mendapatkan simpati masyarakat Sumbar. Dia mengatakan, keberadaan sayap partai seperti Baitul Muslimin bisa menjadi bagian dari strategi untuk mendekati kalangan Islam di daerah tersebut.

Dia mengatakan, PDIP juga harus secara khusus membuktikan diri bahwa mereka ramah terhadap Islam dan tokoh-tokoh Islam. Menurutnya, masyarakat Sumbar tidak memiliki sentimen tertentu kepada PDIP.

"Namun masyarakat Sumbar cerdas dan kritis atas realitas yang ada di PDIP," katanya.

Politikus PDIP sekaligus Wakil Ketua Umum DPP Ikatan Keluarga Minang se-Indonesia Arteria Dahlan meminta warga Sumbar menahan diri terkait pernyataan Ketua DPP Puan Maharani yang dinilai menyinggung warga Sumbar. Ia meyakini apa yang disampaikan Puan tidak bermaksud untuk menyinggung perasaan orang Minang.

"Saya sangat sedih dan prihatin, sekaligus berharap agar orang Minang hendaklah dapat menahan diri, jangan mau dipecah belah. Saya mohon kita semua dapat lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi pernyataan Mbak Puan," kata Arteria.

Dia mengungkapkan bahwa Puan memiliki darah Minang. Ayahnya, almarhum Taufiq Kiemas merupakan Datuk Basa Batuah, orang Batipuh, kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatra Barat. Bahkan ibunya, Megawati Soekarnoputri juga memiliki keturunan darah minang bergelar Puti Reno Nilam.

"Nenek beliau Ibu Fatmawati, anak dari seorang tokoh Muhammadiyah di Bengkulu. Kakeknya pun dalam perjuangan kemerdekaan, berjuang bersama-sama dengan Bung Hatta, M Yamin, KH Agus Salim, M. Natsir, Ibu Hj Rangkayo Rasuna Said, dan lainnya para tokoh-tokoh minang kala itu. Jadi dalam diri, tubuh dan pemikiran Mbak Puan baik langsung maupun tidak langsung mewarnai hidup dan kehidupan beliau," jelasnya.

Ia menambahkan, sampai saat ini Puan masih terlihat orang Minangnya. Menurutnya Puan terlihat konsisten meneruskan politik keberpihakannya terhadap orang minang baik di kebijakan kepartaian maupun kebijakan di fraksi di DPR RI. Sama seperti ayahnya, Taufiq Kiemas yang selalu berpihak kepada orang-orang Minang.

"Saya sangat sedih, prihatin sekaligus kecewa kalau anak yang dicintainya, yang memang berdarah Minang dan sangat mewarisi pemikiran-pemikiran beliau justru diperlakukan seperti ini. Dipaksa berjarak dan dicoba untuk dijauhi dari masyarakat Minang hanya karena statement seperti itu," ungkapnya.

Anggota Komisi III DPR itu menganggap bahwa seharusnya orang Minang menjaga Puan. Orang Minang harusnya bangga bahwa Ketua DPR perempuan pertama berdarah Minang.

"Harusnya orang Minang, menjaga Mbak Puan, beliau aset dan sekaligus kebanggaan orang Minang. Harus kita jaga," ujarnya.

"Kita juga harus belajar, bagaimana suku-suku lain mencoba untuk menjaga anggota sukunya satu sama lain, saling melindungi, saling menjaga, dan mengedepankan persatuan untuk kemajuan bersama," imbuhnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement