REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Palang Merah Indonesia (PMI) pusat menyarankan dan mengutamakan laki-laki dibandingkan perempuan sebagai pendonor plasma konvalesen guna membantu penyembuhan pasien atau penderita Covid-19 di Tanah Air.
"Bukan karena gender, tapi kalau misalnya perempuan dan sudah pernah melahirkan atau keguguran dikhawatirkan terjadi reaksi transfusi," kata Ketua Bidang Unit Donor Darah PMI Pusat Linda Lukitari Waseso saat dihubungi di Jakarta, Jumat (4/9).
Meskipun demikian, ia menegaskan bukan berarti perempuan tidak boleh melakukan donor plasma konvalesen. Namun, perlu dipastikan tidak pernah keguguran dan tidak punya anak.
Terapi plasma konvalesen adalah alternatif pengobatan untuk menyembuhkan pasien Covid-19, di mana plasma dari pasien sembuh ke pasien yang masih sakit untuk penyembuhan. Secara umum terdapat beberapa persyaratan bagi penyintas Covid-19 yang ingin melakukan donor plasma konvalesen.
Pertama, rentang usia pendonor, yaitu 18 hingga 60 tahun. Kedua, berat badan 55 kilogram ke atas, dan sembuh dari Covid-19 berdasarkan RT PCR negatif dua kali berturut-turut.
"Calon pendonor juga harus bebas gejala selama 14 hari setelah sembuh," katanya.
Linda menyadari hingga kini animo masyarakat melakukan donor plasma konvalesen masih rendah. Hal itu bisa jadi dikarenakan trauma dari penyintas akibat sakit yang dideritanya.
Sebagai contoh stigma negatif yang masih kerap dialamatkan kepada penderita sehingga mereka dijauhi oleh masyarakat di lingkungannya. Hingga kini, secara nasional PMI baru mencatat sekitar 250 orang dari berbagai daerah yang telah melakukan donor plasma konvalesen.
"Saya mengajak pasien yang sembuh agar mau mendonorkan plasma konvalesen demi membantu pasien Covid-19," ujar dia.
Ia menyebutkan setiap penyintas yang memenuhi syarat melakukan donor plasma konvalesen akan diambil plasmanya sebanyak 400 mililiter. "Plasma itu bisa diambil setiap dua pekan sekali untuk didonorkan. Jadi, dia bisa menolong hingga tiga orang," kata Linda.