REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengharapkan mitigasi bencana terutama bencana kekeringan dan kelangkaan air dapat diinternalisasi dan diimplementasikan dalam perencanaan pembangunan di daerah. Wilayah Indonesia mulai mengalami kekeringan sejak 10 tahun terakhir.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BP2SDM) KLHK Helmi Basalamah mengatakan, kekeringan itu sebetulnya tidak perlu terjadi, mengingat curah hujan di hampir seluruh wilayah kita termasuk kategori tinggi. Bahkan, beberapa wilayah termasuk daerah semi arid, seperti sebagian Bali timur, NTT, NTB, dan lembah Palu.
"Hal ini semakin menurunkan peluang akses ke air bersih, disamping kemampuan dalam menafsirkan berbagai fenomena serta mensintesakannya menjadi sebuah informasi holistic yang menjadi dasar dalam mengambil tindakan/keputusan," ujarnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (4/9).
Karena itu, Kementerian LHK menggelar sosialisasi Kebijakan Water Balance dan Pelatihan Jarak Jauh Analisis Spatio-temporal Neraca Air Untuk mitigasi Bencana dengan E-Learning para pemangku kebijakan baik di pusat maupun daerah. Melalui pelatihan tersebut diharapkan peserta mampu menganalisis hujan dan proses hidrologi, menganalisis ketersediaan air permukaan dan air tanah, menjelaskan Land form/Bentuk lahan dan Potensi Sumber Daya Air, menganalisis kebutuhan air, menganalisa neraca air dan melakukan paparan hasil identifikasi neraca air.
"Dari kegiatan ini diharapkan mereka dapat memahami kebijakan terkait dengan mitigasi bencana terutama bencana kekeringan dan kelangkaan air, yang dapat diinternalisasi dan diimplementasikan dalam perencanaan pembangunan di daerah," kata Helmi Basalamah.
Pelatihan Analisis Spatio-Temporal Neraca Air untuk Mitigasi Bencana dilaksanakan selama 4 hari (4-8 september 2020) diikuti antara lain analis data, analis tata ruang, analis perencanaan strategis dan tenaga fungsional (PEH) yang berkecimpung di bidang hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dari 34 Provinsi.
Sebelumnya dalam pembukaan pelatihan tersebut pada Kamis (3/9) Menteri LHK Siti Nurbaya menyatakan, melalui sosialisasi dan pelatihan E-learning diharapkan dapat memberi pemahaman dalam menemukenali kondisi bentang alam dan potensi yang terjadi, serta proses analisis berbasis spasial dilakukan. Harapannya, lanjutnya, diperoleh referensi yang handal (reliable) untuk bertindak dan menentukan strategi penanganan.
“Penyelenggaraan e-learning ini juga menggambarkan metode adaptif dalam diseminasi kebijakan environmental governance menghadapi situasi covid-19 yang saat ini melanda berbagai wilayah negara kita," Siti Nurbaya.