Sabtu 05 Sep 2020 08:07 WIB

Rusia Klaim Vaksin Sputnik V Hasilkan Antibodi Lebih Tinggi

Rusia klaim vaksin Covid-19 yang dikembangkannya hasilkan antibodi 1,5x lebih tinggi.

Red: Reiny Dwinanda
Dalam foto dari Russian Direct Investment Fund, (6/8), tampak vaksin baru dari Nikolai Gamaleya National Center of Epidemiology and Microbiology di Moskow, Rusia. Negara Rusia, Selasa (11/8), mengumumkan menjadi negara pertama yang menyetujui penggunaan vaksin Covid-19 untuk puluhan ribu warganya. Pengembangnan vaksin Rusia padahal dianggap belum selesai di level uji klinis.
Foto: Alexander Zemlianichenko Jr/ Russian Direct
Dalam foto dari Russian Direct Investment Fund, (6/8), tampak vaksin baru dari Nikolai Gamaleya National Center of Epidemiology and Microbiology di Moskow, Rusia. Negara Rusia, Selasa (11/8), mengumumkan menjadi negara pertama yang menyetujui penggunaan vaksin Covid-19 untuk puluhan ribu warganya. Pengembangnan vaksin Rusia padahal dianggap belum selesai di level uji klinis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vaksin Covid-19 buatan Rusia, Sputnik V, disebut dapat menghasilkan antibodi penetral yang tercatat 1,4 hingga 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan antibodi yang muncul pada pasien sembuh dari penyakit infeksi virus SARS-CoV-2 itu. Hal itu diungkapkan oleh pengembang vaksin Covid-19 Rusia, Institut Gamaleya, berdasarkan hasil uji klinis tahap I dan II yang dipublikasikan di jurnal medis The Lancet.

"Dalam riset imunogenisitas (kemampuan zat asing memicu respons imun) vaksin ini, kami berhasil menunjukkan bahwa 100% relawan memperlihatkan respons imunitas humoral dan selular," kata peneliti Gamaleya, Irina Dolzhikova, dalam pemaparan kepada media secara virtual pada Jumat malam waktu Jakarta.

Baca Juga

Dolzhikova menjelaskan bahwa hasil uji klinis tersebut juga menunjukkan tidak adanya efek serius yang terjadi. Adapun efek yang timbul kebanyakan ringan atau sedang dan muncul karena nyeri suntikan, hipotermia, sakit kepala, atau nyeri otot.

"Kami dapat menunjukkan bahwa level efek ketidakcocokan serius pada kandidat vaksin lainnya berada pada angka satu persen sampai 25 persen. Sementara berdasarkan uji klinis yang kami lakukan, tidak ada satupun efek ketidakcocokan serius yang tercatat," ujar Dolzhikova.