REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan belum melihat bukti bahwa kritikus Kremlin, Alexei Navalny, diracun. Dia justru meminta publik untuk lebih menyoroti China ketimbang kasus yang diklaim dilakukan oleh Rusia itu.
"Saya tidak tahu persis apa yang terjadi. Saya pikir ini tragis, mengerikan, seharusnya tidak terjadi. Kami belum punya bukti, tapi saya akan lihat," ujar Trump dilansis The National.
Navalny yang merupakan sosok juru kampanye anti-korupsi ini jatuh sakit dalam penerbangan ke Moskow. Setelah sempat dirawat di Siberia, dia sekarang berada di rumah sakit Jerman.
Trump mengatakan dia mendengar Jerman telah menemukan bahwa Novichok digunakan. Namun, dia menolak untuk membahas seputar kemungkinan kejahatan Rusia dan malah menunjuk untuk lebih memberi perhatian kepada China.
"Sangat menarik bahwa setiap orang selalu menyebut Rusia dan saya tidak keberatan Anda menyebut Rusia. Tapi saya pikir mungkin China pada saat ini adalah negara yang harus Anda bicarakan lebih banyak daripada Rusia, karena hal-hal yang dilakukan China jauh lebih buruk," kata Trump.
Navalny jatuh sakit dalam penerbangan ke Moskow pada 20 Agustus dan pesawat itu mendarat di kota Omsk di Siberia. Dia telah mengalami koma di rumah sakit Berlin sejak dipindahkan ke Jerman untuk perawatan.
NATO dan Jerman mengatakan ada bukti bahwa Navalny diracun menggunakan Novichok atau racun saraf yang sama yang digunakan dalam serangan terhadap mata-mata Inggris, Sergei Skripal. Inggris sebelumnya menuduh intelijen militer Rusia melakukan serangan terhadap Skripal dan putrinya di Salisbury.
Otoritas Jerman mengatakan tes menunjukkan bahwa dia telah diracuni dengan zat kimia saraf dari kelompok Novichok. Meski begitu, Kremlin tetap meragukan klaim yang dilemparkan kepada mereka.