REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Ribuan warga Israel menggelar aksi protes di luar kediaman resmi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Sabtu (5/9) malam hingga Ahad (6/9) dini hari. Aksi protes yang telah memasuki minggu ke-11 itu menuntut agar Netanyahu mundur dari jabatannya, karena dinilai tidak becus menangani pandemi virus corona dan terjerat korupsi.
Para pengunjuk rasa memegang spanduk bertuliskan "Revolusi" dan "Keluar dari Sini" sambil memegang bendera Israel. Selain itu, terdapat tulisan yang dipantulkan melalui proyektor ke sebuah gedung yang berbunyi, "Enough with you" dalam bahasa Ibrani.
Kerumunan pengunjuk rasa yang lebih kecil berkumpul di jembatan dan di persimpangan di seluruh negeri. Mereka juga menyerukan agar Netanyahu mundur dari jabatannya. Meskipun demonstrasi sebagian besar berlangsung damai dalam beberapa pekan terakhir, sempat ada bentrokan antara demonstran dengan polisi di beberapa lokasi.
Polisi mengatakan, dua petugas terluka ringan ketika para demonstran berusaha membobol blokade polisi. Sedikitnya 13 penangkapan telah dilakukan oleh pihak kepolisian. Netanyahu kerap menyebut para pengunjuk rasa sebagai kelompok radikal kiri dan anarkis.
Para pengunjuk rasa telah melancarkan aksi protes terkait penanganan Netanyahu atas pandemi krisis korona, yang menyebabkan melonjaknya pengangguran. Mereka juga meminta agar Netanyahu mundur di tengah sidang pengadilan atas tuduhan korupsi.
Netanyahu mengatakan, dirinya akan tetap menjabat sebagai perdana menteri meski menghadapi tuntutan korupsi. Dia membantah tuduhan tersebut dan mengecam pengadilan serta tindakan hukum terhadap dirinya.
Israel saat ini mencatat 26 ribu kasus virus corona yang dikonfirmasi dengan jumlah kematian melampaui 1.000 orang. Israel sedang mempertimbangkan untuk kembali menerapkan lockdown, sebagai upaya mencegah penularan virus corona.