REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Indroyono Soesilo, mengatakan, telah terjadi penurunan kinerja sektor usaha kehutanan di tahun 2020. Itu terlihat dari total nilai ekspor kayu olahan Indonesia hingga Agustus 2020 sebesar 7,17 miliar dolar AS. Dengan kata lain, telah terjadi penurunan sebesar 6,9 persen jika dibandingkan dengan tahun 2019 untuk periode yang sama yang mencapai 7,71 miliar dolar AS.
“Upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi pemanfaatan hutan alam, yang didukung insentif kebijakan menjadi aspek penting untuk menggenjot ekspor kayu olahan di semester II tahun 2020, karena kayu alam adalah penopang bahan baku utama industri kayu olahan unggulan Indonesia yakni plywood, veneer dan wood working," kata Indroyono dalam keterangan resmi APHI, Ahad (6/9).
Indroyono menyampaikan apresiasi atas berbagai insetif kebijakan yang saat ini sedang diupayakan pemerintah untuk mendorong peningkatan kinerja hulu hilir berbasis hutan alam. Beberapa di antaranya seperti keringanan pembayaran DR, PSDH, PBB, penurunan pajak ekspor veneer, perluasan penampang kayu olahan untuk diekspor, serta kemudahan importasi mesin plywood yang kondisinya tidak baru.
Dalam upaya peningkatan ekspor, asosiasi lingkup kehutanan, kata dia, harus terus bersinergi untuk memperkuat market intelligence dan digital marketing dan e-commerce. Sekaligus, menjalin dialog intensif dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di negara tujuan ekspor utama Indonesia.
"Paralel dengan upaya menggenjot ekspor, penggunaan kayu dan olahannya untuk domestik perlu didorong, diusulkan antara lain melalui procurement policy penggunaan kayu alam berbasis Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)," kata Indroyono.
Lewat upaya-upaya itu, Indroyono menekankan urgensi inovasi agar kayu alam dan produk olahannya bisa bersaing. "Secara sederhana, dapat diformulasikan bahwa inovasi adalah fungsi dari invensi dan economic values terhadap praktik-praktik pengelolaan hutan alam dan pengolahannya,” katanya.
Sementara itu, Plt Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Bambang Hendroyono, Kementerian LHK, mengatakan, pandemi telah berdampak pada pelemahan perekonomian nasional, termasuk kinerja sektor kehutanan. Inovasi, produktivitas dan efisiensi menjadi kata kunci, khususnya dalam pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan alam, yang saat ini menjadi penyangga pasokan industri kayu olahan unggulan Indonesia.
Ia menjelaskan, Kementerian LHK telah mengeluarkan beberapa kebijakan terkait pengelolaan hutan produksi khususnya pada pemegang izin hutan alam, agar hutan alam dapat terus dipertahankan bahkan ditingkatkan potensinya. Pengelolaan hutan alam secara lestari, kata Bambang, menjadi pilar penting dalam aksi mitigasi penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
“Produktivitas dan efisiensi diarahkan melalui penerapan teknik silvikultur, pembalakan ramah lingkungan (reduced impact logging/RIL), pengelolaan hutan mangrove lestari serta optimalisasi pemanfaatan kayu jenis komersial dengan nilai tinggi, seperti Merbau," ujarnya.