REPUBLIKA.CO.ID, BENGALURU -- Menteri Luar Negeri Lithuania Linas Linkevicius menyebut kelambanan aksi yang dilakukan Uni Eropa (EU) terhadap Belarus dalam isu kecurangan pemilu presiden menjadi hal yang mencoreng kredibilitas kebijakan luar negeri organisasi kawasan tersebut. Rakyat Belarusia hendaknya tak ditinggalkan.
"Terkadang, kita terlambat bereaksi dan langkah-langkah kita pun terpecah-pecah serta tidak menimbulkan kesan bagi masyarakat atau orang-orang yang berkuasa," kata Linkevicius dalam wawancara dengan surat kabar Financial Times yang diterbitkan pada Ahad.
Linkevicius juga mengatakan bahwa dia lebih memilih Uni Eropa untuk menggunakan sanksi, seperti halnya yang dilakukan oleh Lithuania, Latvia, dan Estonia terhadap Presiden Belarus Alexander Lukashenko dan 29 pejabat negara itu.
Pemimpin oposisi Belarus Sviatlana Tsikhanouskaya pada Jumat (4/9) meminta Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan oleh Lukashenko terhadap para peserta demonstrasi. Para pengunjuk rasa menuduh Lukashenko mencurangi pemilu Agustus lalu sehingga presiden sejak 1994 itu terpilih kembali.
Tsikhanouskaya juga meminta komunitas internasional untuk menjatuhkan sanksi kepada perseorangan yang bertanggung jawab atas pelanggaran dalam pemilu.
Lukashenko, yang telah menjabat selama 26 tahun dalam lima periode berturut-turut, menghadapi gelombang protes dari pihak oposisi sejak kemenangannya kembali pada 9 Agustus. Ia membantah tuduhan bahwa pihaknya mencurangi pemilu itu. Ia juga menolak tuntutan untuk mundur.