Senin 07 Sep 2020 12:09 WIB

Teguran Agar Pilkada tak Jadi Klaster Baru Covid-19

Kecenderungan pelanggaran akan lebih besar saat masuk tahap kampanye pilkada.

Sejumlah pendukung dan simpatisan pasangan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Asmat, Elisa Kambu dan Thomas Eppe Safanpo berkumpul untuk menyaksikan proses pendaftaran calonnya untuk menjadi kontestan di Pilkada di KPU Asmat, Papua, Minggu (6/90). Seluruh aspek yang terlibat Pilkada diminta mematuhi protokol kesehatan agar tidak terjadi klaster Pilkada.
Foto: ANTARA/Sevianto Pakiding
Sejumlah pendukung dan simpatisan pasangan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Asmat, Elisa Kambu dan Thomas Eppe Safanpo berkumpul untuk menyaksikan proses pendaftaran calonnya untuk menjadi kontestan di Pilkada di KPU Asmat, Papua, Minggu (6/90). Seluruh aspek yang terlibat Pilkada diminta mematuhi protokol kesehatan agar tidak terjadi klaster Pilkada.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mimi Kartika, Dessy Suciati Saputri, Ali Mansur, Antara

Kasus Covid-19 di Tanah Air sedikit lagi bisa menggapai angka 200 ribu kasus. Hingga kemarin, jumlah kasus positif Covid-19 telah mencapai 194.109 kasus. Dengan total penambahan tiga ribuan kasus per hari, angka 200 ribu kasus bisa dicapai dalam beberapa hari saja.

Baca Juga

Memasuki proses tahapan Pilkada, klaster Pilkada pun dikuatirkan muncul. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegur keras sebanyak 51 kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19. Kepala daerah itu terdiri dari bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, pelaksana tugas bupati, dan seorang gubernur.

"Mendagri sudah tegur keras sebanyak 50 bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota, dan satu gubernur terkait KDH (kepala daerah)/WKDH (wakil kepala daerah) tidak patuh protokol kesehatan," ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik kepada Republika, Senin (7/9).

Ia memerinci, gubernur yang ditegur Mendagri adalah Gubernur Bengkulu. Mendagri memberikan teguran tertulis kepada Gubernur Bengkulu karena menyebabkan kerumunan massa pada saat pendaftaran bakal calon pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.

Kepala daerah lain yang ditegur Mendagri karena menimbulkan kerumunan masyarakat ketika pendaftaran bakal calon pilkada di antaranya Bupati Karawang, Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara, Wakil Bupati Halmahera Barat, Wali Kota Tidore Kepulauan, serta Bupati Bengkulu Selatan.

Selain itu, Wakil Bupati Maros, Bupati dan Wakil Bupati Majene, Bupati dan Wakil Bupati Mamuju, Bupati Serang, Wakil Wali Kota Cilegon, Bupati Jember, Bupati Mojokerto, Wakil Bupati Sumenep, Wakil Wali Kota Medan, Wali Kota Tanjung Balai, Bupati Labuhan Batu, Bupati Rokan Hulu, serta Wakil Bupati Kuantan Sengingi juga ditegur Mendagri terkait kerumunan massa ketika pendaftaran bakal calon pilkada.

Sementara kepala daerah yang ditegur karena kerumunan massa pada saat deklarasi menjadi bakal calon antara lain Bupati Wakatobi, Wakil Bupati Luwu Utara, Bupati Konawe Selatan, Bupati dan Wakil Bupati Luwu Timur, Wakil Wali Kota Bitung, Wakil Bupati Blora, Wakil Bupati Demak, Wakil Bupati Musi Rawas, Bupati Ogan Ilir, serta Bupati Kepahiang.

Sejumlah kepala daerah yang juga ditegur karena tidak mematuhi protokol kesehatan yaitu Bupati Muna Barat, Bupati Muna, Bupati dan Wakil Bupati Belu, Wakil Bupati Bulukumba, Bupati Kolaka Timur, Bupati Buton Utara, Bupati Konawe Utara, Wali Kota Banjarmasin, Bupati Pesisir Barat, Wakil Bupati Rokan Hilir, Bupati Dharmasraya, Bupati dan Wakil Bupati Ogan Komering Ulu Selatan, Bupati dan Wakil Bupati Musi Rawas Utara, serta Wakil Bupati Karimun.

Mendagri telah memerintahkan gubernur daerah setempat untuk menerbitkan sanksi berupa teguran tertulis kepada bupati/wakil bupati maupun wali kota/wakil wali kota yang melanggar protokol kesehatan tersebut.

Kemudian, Bupati Klaten juga mendapatkan teguran berdasarkan hasil pemeriksaan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Mendagri juga memerintahkan gubernur untuk melakukan pembinaan dan pengawasan dugaan pelanggaran dalam pembagian bantuan sosial yang dilakukan Plt Bupati Cianjur.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini pula mengingatkan jajarannya terhadap munculnya klaster Covid-19  baru saat proses penyelenggaraan pilkada. Presiden meminta Mendagri dan Bawaslu memberikan peringatan keras terkait ancaman munculnya klaster baru ini.

“Saya minta Pak Mendagri, urusan yang berkaitan dengan klaster pilkada ini betul-betul ditegasi betul, diberikan ketegasan betul. Polri juga berikan ketegasan mengenai ini, aturan main di pilkada karena jelas di PKPU-nya udah jelas sekali. Jadi ketegasan saya kira Mendagri nanti dengan Bawaslu agar betul-betul ini diberikan peringatan keras,” ujar Jokowi.

Selain klaster pilkada, Presiden juga meminta jajarannya agar berhati-hati terhadap klaster perkantoran dan klaster keluarga. Sebab, selama ini pemerintah hanya fokus mengingatkan agar masyarakat menjalankan protokol kesehatan di tempat-tempat publik.

“Kita lupa bahwa sekarang kita harus hati-hati di klaster-klaster yang tadi saya sampaikan, klaster keluarga karena kita sampai di rumah sudah merasa aman. Justru di situlah yang kita harus hati-hati. Dalam perjalanan masuk kantor juga kita sudah merasa aman, sehingga kita juga lupa di dalam kantor protokol kesehatan,” jelas dia.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan tahap persiapan hingga pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 jangan sampai menjadi klaster baru penyebaran Covid-19. Pemda harus tegas menegakkan protokol kesehatan karena terus meningkatnya kasus Covid-19 dan proses persiapan Pilkada 2020 telah berlangsung.

"Persiapan Pilkada Serentak 2020 mulai mengkhawatirkan karena dari rangkaian kegiatan itu telah terdeteksi banyak kasus Covid-19. Pada hari Sabtu (5/9), dilaporkan bahwa tidak kurang dari 69 petugas Bawaslu Boyolali terkonfirmasi positif Covid-19," kata Bamsoet, Senin (7/9).

Bahkan, menurut dia, beberapa bakal pasangan calon di sejumlah daerah dilaporkan terpapar Covid-19. Ia juga menilai pelanggaran protokol kesehatan terlihat nyata dalam kegiatan pendaftaran bakal paslon misalnya di beberapa daerah, kegiatan pendaftaran masih melibatkan banyak orang dan mengabaikan protokol kesehatan.

Menurut Bamsoet, ketika protokol kesehatan dilanggar, seharusnya KPUD dan Bawaslu jangan segan-segan meminta bantuan dari Satuan Polisi Pamong Praja untuk menjaga ketertiban. "Termasuk meminta bantuan dari prajurit TNI/Polri yang ditugaskan menegakkan protokol kesehatan di ruang publik," ujarnya.

Bamsoet memprediksi kecenderungan pelanggaran protokol kesehatan akan lebih besar saat masuk ke tahapan kampanye pilkada yang berlangsung selama 71 hari, mulai 26 September hingga 5 Desember 2020.

Oleh karena itu, dia meminta bakal paslon harus mampu mengendalikan massa pendukung untuk tetap mematuhi protokol kesehatan. "Selain itu, KPUD dan Bawaslu harus berani membatasi jumlah orang dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan persiapan pilkada," katanya.

Kalau setiap pasangan calon yang berkompetisi dalam pilkada di 270 daerah gagal mengendalikan kegiatan simpatisan dan masa pendukungnya, menurut dia, pelanggaran protokol kesehatan dikhawatirkan akan marak terjadi. Guna meminimalisasi potensi penularan Covid-19 pada periode kampanye Pilkada, lanjut dia, pemda harus tegas menegakkan pelaksanaan protokol kesehatan dan paslon harus mampu mengendalikan pendukungnya.

Menurut dia, jika langkah itu tidak berjalan, kegiatan pilkada justru bisa memicu lonjakan jumlah kasus Covid-19 di semua daerah pemilihan.

Bawaslu melaporkan sebanyak 243 balon diduga melanggar protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19. Jumlah ini hampir setengah dari total bakal pasangan calon yang telah mendaftar ke KPU sebanyak 678 bapaslon.

"Ada 678 bapaslon dan hampir setengahnya, 243 itu tidak mematuhi protokol kesehatan pada saat mendaftar ke kantor KPU," ujar Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar dalam konferensi pers daring di kantor KPU RI, Senin (7/9).

Ia memerinci, dari total dugaan pelanggaran tersebut, 141 bapaslon yang melanggar protokol kesehatan terjadi pada 4 September dan 102 bapaslon lainnya terjadi pada 5 September. Sedangkan, Bawaslu belum melaporkan ada dugaan pelanggaran protokol kesehatan pada hari terakhir pendaftaran pencalonan 6 September.

Fritz mengatakan, hasil pengawasan pada hari kedua pendaftaran pencalonan, terdapat 20 bapaslon yang tetap datang ke KPU tanpa menyerahkan hasil swab test. Padahal, KPU telah menetapkan aturan bapaslon wajib menyerahkan dokumen hasil uji usap untuk mencegah penularan Covid-19.

"Sehingga ini PR kita terbesar bagaimana kita dapat menjalankan Pilkada 2020 dengan tetap menerapkan protokol kesehatan," kata Fritz.

Apabila bakal calon dinyatakan positif Covid-19, maka yang bersangkutan tidak perlu hadir ke KPU untuk melakukan pendaftaran. Kehadirannya cukup diwakilkan oleh partai politik pengusung.

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie menilai tiga hari proses pendaftaran calon kepala daerah di sejumlah daerah menampilkan pelanggaran protokol kesehatan yang mengkhawatirkan.  "Pelanggaran protokol kesehatan pencegahan Covid-19 seperti menjaga jarak, tidak memakai masker dan pengerahan massa mudah kita saksikan dalam proses pendaftaran paslon kepala daerah dalam tiga hari proses pendaftaran," ujar Tholabi dalam keterangan tertulisnya.

Hal ini, lanjut Tholabi, sangat mengkhawatirkan, keselamatan warga negara menjadi taruhannya. Padahal, keselamatan warga merupakan hukum tertinggi. Peraturan KPU No 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non Alam Covid-19 banyak yang dilanggar oleh peserta pilkada dalam tahapan pendaftaran paslon.

"Jika penyelenggara dan peserta pilkada tidak mampu menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 dengan rigid dan konsekuen, lebih baik pilkada ditunda saja. Keselamatan warga negara di atas segalanya," tegas Tholabi.

photo
Kontroversi Pilkada di tengah pandemi Covid-19. - (Berbagai sumber/Republika)

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement