Senin 07 Sep 2020 16:49 WIB

Kasus Covid-19 India Salip Brasil Jadi Terburuk Kedua Dunia

India kembali membuka kereta Metro meski kasus Covid-19 harian terus naik

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Petugas melakukan uji usap (swab test) pada seorang warga di Ahmedabad, India, Ahad (6/9).  India mencatat 4 juta kasus Covid-19 dan menjadikannya negara kedua dengan kasus tertinggi di dunia.
Foto: AP Photo/Ajit Solanki
Petugas melakukan uji usap (swab test) pada seorang warga di Ahmedabad, India, Ahad (6/9). India mencatat 4 juta kasus Covid-19 dan menjadikannya negara kedua dengan kasus tertinggi di dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- India menjadi negara kedua dengan jumlah kasus infeksi virus corona baru atau Covid-19 tertinggi di dunia setelah Amerika Serikat (AS) hingga Senin (7/9). Beban kasus infeksi Covid-19 kian meningkat di seluruh negara bagian India sehingga menjadikan negara terpadat kedua di dunia itu menyalip Brasil.

Terdapat 90.802 kasus Covid-19 tambahan di India dalam 24 jam terakhir. Menurut data John Hopkins University, India kini berada di belakang AS di mana lebih dari 6,2 juta jiwa terinfeksi virus corona. Kementerian Kesehatan India juga melaporkan 1.016 kematian baru sehingga total kematian menjadi 71.642, jumlah korban nasional tertinggi ketiga di dunia hingga Senin (7/9). 

Baca Juga

Sebagai negara terpadat kedua di dunia dengan 1,4 miliar orang, India telah mencatat peningkatan kasus virus corona harian terbesar di dunia selama hampir sebulan. Dengan lebih dari 2 juta kasus baru dalam sebulan terakhir dan virus menyebar ke kota-kota kecil dan desa-desa di negara itu, pemerintah India terus melonggarkan pembatasan untuk mencoba dan membangunkan ekonomi yang terpuruk.

Pada Senin, Metro Delhi atau sistem transit cepat yang melayani ibu kota India yang luas, New Delhi dan daerah sekitarnya, kembali beroperasi setelah lima bulan tutup. Hanya orang tanpa gejala yang diizinkan naik kereta dengan tetap diwajibkan memakai masker, menjaga jarak sosial, dan pemeriksaan suhu wajib.

"Kami sedang dalam perjalanan. Sudah 169 hari sejak kami melihat Anda!," demikian cicit akun Twitter resmi Delhi Metro. Jaringan kereta metro ibu kota adalah sistem transportasi cepat terbesar di India. Sebelum ditutup pada Maret, kereta membawa rata-rata 2,6 juta penumpang setiap hari.

Pembukaan kembali kereta terjadi setelah ekonomi India menyusut lebih cepat daripada negara besar lainnya, hampir 24 persen pada kuartal terakhir. Penderitaan ekonomi India berawal dari demonetisasi mata uang negara pada 2016 dan peluncuran pajak barang dan jasa yang tergesa-gesa pada tahun berikutnya. Kemudian, lockdown ketat untuk mengekang virus yang dimulai pada 24 Maret semakin memperburuk kesengsaraan ekonomi negara.

Ketika Perdana Menteri Narendra Modi memerintahkan 1,4 miliar orang India untuk tinggal di dalam rumah, seluruh perekonomian mati dalam waktu empat jam. Jutaan orang kehilangan pekerjaan secara instan. Puluhan ribu pekerja migran yang kehilangan uang dan takut kelaparan keluar dari kota dan kembali ke desa. Migrasi yang belum pernah terjadi sebelumnya tidak hanya mengosongkan ekonomi India tetapi juga menyebarkan virus ke pelosok negara itu.

Kini, seiring meningkatnya kasus, sebagian besar negara, kecuali di daerah berisiko tinggi, telah terbuka dan pihak berwenang mengatakan bahwa mereka tidak punya banyak pilihan. "Meskipun kehidupan itu penting, mata pencaharian sama pentingnya," kata Rajesh Bhusan, pejabat tinggi kementerian kesehatan federal India pada jumpa pers pekan lalu.

Hampir 60 persen kasus aktif di India berasal dari negara bagian Andhra Pradesh, Tamil Nadu, Karnataka, Maharashtra dan Uttar Pradesh, negara bagian terpadat di India. Infeksi juga kembali ke daerah yang telah berhasil memperlambat penyebaran virus.

Meski di awal terpukul oleh virus, New Delhi tampaknya membalikkan keadaan melalui skrining agresif untuk pasien. Namun setelah bisnis dibuka kembali, negara bagian telah melaporkan lonjakan kasus dan kematian baru-baru ini. Para ahli khawatir, pembukaan kembali metro diperkirakan akan semakin memperburuk situasi.

Lonjakan kasus baru-baru ini juga menyoroti risiko strategi India yang terlalu mengandalkan tes cepat yang menyaring antigen atau protein virus. Tes ini murah, memberikan hasil dalam hitungan menit dan memungkinkan India menguji lebih dari satu juta pasien setiap hari.

Kendati demikian, menurut pakar penyakit menular dari Christian Medical College di Vellore di India selatan, Dr. Gagandeep Kang, tes cepat juga kurang tepat dan cenderung melewatkan orang yang terinfeksi. India juga mengatakan tingkat pemulihannya adalah 77,3 persen dan tingkat kematian kasus telah menurun menjadi sekitar 1,72 persen.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement