Senin 07 Sep 2020 17:47 WIB

Panen Gula Tebu, Petani: Sejak Juli Mulai tak Laku

Banyaknya pasokan gula impor diduga menjadi penyebab jatuhnya harga gula lokal.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Agus Yulianto
Ketua Umun Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen menyampaikan hasil pertemuan dengan wakil pemerintah kepada massa petani tebu, Jakarta.
Foto: Republika/Taufiq Alamsyah Nanda
Ketua Umun Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen menyampaikan hasil pertemuan dengan wakil pemerintah kepada massa petani tebu, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen, mengatakan, situasi sulit masih dihadapi oleh para petani tebu lantaran rendahnya harga. Banyaknya pasokan gula impor diduga menjadi penyebab jatuhnya harga gula lokal.

"Saat ini masih panen. Mulai bulan Juli, Agustus (banyak) belum laku jadi hanya dijual ke importir gula saja yang ada perjanjian penyerapan," kata Soemitro kepada Republika.co.id, Kamis (7/9).

Pada Juli lalu, APTRI bersama 11 perusahaan importir meneken perjanjian pembelian gula petani sebagai langkah penyelamatan harga gula tebu lokal yang semakin anjlok. Komitmen penyerapan yang disepakati dengan harga minimal Rp 11.200 per kilogram (kg). Perjanjian itu difasilitasi langsung oleh Kementerian Koordinator Perekonomian.

Soemitro mengatakan, sejatinya biaya produksi gula tebu saat ini sudah sekitar Rp 12.000 per kg. Tingginya biaya produksi karena biaya-biaya komponen yang terus meningkat, termasuk biaya buruh. Karena itu, meski harga perjanjian dengan perusahaan importir masih di bawah dari keinginan petani, hal itu cukup membantu agar produksi petani terserap.

Namun, di luar pembelian oleh para perusahaan tersebut, Soemitro mengatakan, harga gula petani ditawar sangat murah. "Ditawar Rp 10.000 - Rp 10.400 per kilogram, bagaimana coba? Itu sudah jauh dari biaya pokok produksi," kata Soemitro.

Oleh karena itu, kata dia, APTRI masih terus menyampaikan aspirasi kepada pemerintah agar ada penyesuaian patokan harga pembelian gula, khususnya di tingkat petani. Sebagaimana diketahui, acuan pembelian harga gula di tingkat petani sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 sebesar Rp 9.100 per kg. Adapun di tingkat konsumen maksimal Rp 12.500 per kg

Dia menegaskan, meski regulasi mengenai acuan harga terus diperbarui, namun angka harga gula tidak pernah diperbarui dalam lima tahun terakhir. "Petani menjerit, lima tahun harga tidak pernah naik. Tolong perhatikan nasib petani tebu, karena yang kena dampak Covid-19 bukan hanya UMKM, tapi petani juga," katanya.

Sementara itu, di tingkat eceran, mengutip Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga gula dalam lima hari terakhir cenderung statis di level Rp 13.650 per kg. Harga gula sebelumnya sempat melonjak hingga Rp 17.000 - Rp 18.000 per kg lantaran terjadi kelangkaan di sejumlah daerah.

Pemerintah kemudian mengambil langkah keran impor gula konsumsi untuk mempercepat penyediaan gula dalam negeri. Namun, langkah itu dinilai para petani menekan harga gula dalam negeri karena hampir bertepatan dengan musim panen yang masih berlangsung hingga saat ini.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement