Senin 07 Sep 2020 19:41 WIB

Israel Berlakukan Jam Malam di 40 Kota Zona Merah Covid-19

Polisi Israel dikerahkan ke 40 kota yang masuk zona merah Covid-19

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Bendera Israel (ilustrasi). Israel berlakukan jam malam di 40 kota zona merah Covid 19
Foto: Antara
Bendera Israel (ilustrasi). Israel berlakukan jam malam di 40 kota zona merah Covid 19

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Sebagian besar warga Israel mengabaikan peraturan dan protokol kesehatan yang diberlakukan untuk mencegah penyebaran virus corona. Oleh karena itu, pemerintah Israel memberlakukan jam malam di 40 kota kecil dan kota besar yang masuk dalam zona merah mulai Senin (7/9).

Jam malam diberlakukan mulai pukul 19.00 hingga 05.00 waktu setempat. Selain itu, institusi publik, sekolah, dan bisnis ditutup. Sementara warga hanya dibolehkan keluar rumah sejauh radius 500 meter dari kediaman mereka, dan pertemuan publik dibatasi.

Baca Juga

Pasukan polisi dan IDF akan dikerahkan ke 40 kota yang masuk ke dalam kategori zona merah. Mereka akan mengawasi dan memastikan bahwa bisnis tetap tutup dan warga setempat tetap mengikuti protokol kesehatan. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan, jumlah kasus virus corona yang terus naik telah menimbulkan kekhawatiran.

"Para profesional memperingatkan bahwa dengan jumlah yang tinggi, situasi dapat berubah menjadi yang terburuk pada saat tertentu yang menyebabkan lonjakan jumlah kematian dan pasien dalam kondisi kritis dan, pada gilirannya, akan menyebabkan runtuhnya tim medis kami," ujar Netanyahu, dilansir Sputnik News.

Pekan lalu, Israel mencatat kasus virus korona sebesar 199,3 per kapita per hari. Jumlah tersebut adalah yang terbesar sejak pandemi menyerang Israel pada akhir Februari. Kasus infeksi virus corona pada Mei sempat menurun dan pihak berwenang mulai melonggarkan pembatasan.

Sejumlah pihak menilai, pelonggaran pembatasan menjadi sebuah kesalahan besar dan menyebabkan peningkatan kasus yang semakin memburuk. Wakil Direktur Jenderal Rumah Sakit Sheba Tel Hashomer, Arnon Afek mengatakan, jumlah kasus virus korona semakin meningkat karena sebagian besar warga melanggar protokol kesehatan.

"Banyak orang tidak mendengarkan instruksi, tidak menjaga jarak sosial, mereka tetap menghadiri pertemuan dan acara pernikahan meskipun ada larangan," ujar Afek.

Dalam beberapa pekan terakhir, media Israel telah mencatat sejumlah kasus, khususnya di kota-kota Arab dan Ultra-Ortodoks. Di kota tersebut banyak berkumpul untuk pesta pernikahan dan perayaan lainnya yang bertentangan dengan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Situasi yang semakin memburuk membuat pihak berwenang mempertimbangkan kemungkinan penutupan total selama liburan, yang dimulai pada akhir September.

Afek mengatakan, penguncian total adalah upaya terakhir yang diambil pemerintah. Karena kebijakan tersebut akan berdampak besar kepada perekonomian negara yang sudah terpuruk.

"Agar langkah-langkahnya efektif, kami membutuhkan orang-orang untuk mengikuti aturan, dan kami membutuhkan bantuan aparat keamanan untuk menegakkan peraturan ini," kata Afek.

Afek mengatakan, rumah sakit di seluruh Israel bersiap menghadapi kondisi yang terburuk. Beberapa rumah sakit sudah membuka unit tambahan yang mampu melayani kebutuhan pasien virus corona.

Tetapi seiring dengan meningkatnya jumlah pasien, beberapa institusi medis yang kekurangan ruang dan sumber daya. Afek memperingatkan jika situasinya terus memburuk, mereka akan segera memindahkan pasiennya ke rumah sakit lain yang dapat menampung pasien virus corona.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement