Selasa 08 Sep 2020 05:55 WIB

Sejak Kecil tak Kenal Agama, Felixia Jadi Mualaf Saat Dewasa

Felixia didukung oleh ibunya setelah menjadi mualaf.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Muhammad Hafil
Sejak Kecil tak Kenal Agama, Felixia Jadi Mualaf Saat Dewasa. Foto: Raisyyah Rania Yeap atau Felixia Yeap
Foto: Facebook
Sejak Kecil tak Kenal Agama, Felixia Jadi Mualaf Saat Dewasa. Foto: Raisyyah Rania Yeap atau Felixia Yeap

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak kecil Felixia Yeap tidak pernah mengenal agama. Hanya nasihat sang ibu ketika dia belum menjadi mualaf sebagai pedoman hidupnya.

Tepat tanggal 3 Juli 2014 pukul enam pagi usai sahur, Felixia bertekad bulat untuk mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan empat orang saksi. Sejak 20 13 dia telah memutuskan menutup aurat dengan hijab meskipun dengan sepenuh hati belum menyatakan Islam.

Baca Juga

Ketika mulai berjilbab hingga memeluk Islam, Felixia yang kini memiliki nama Islam Raisyya Rania Yeap meng hadapi berbagai rintangan, dari mulai prasangka, bantahan, makian, sindiran, fitnah, diskriminasi bahkan tekanan.

Tetapi, Raisyya tetap bersyukur dia mendapatkan dukungan kuat dari berbagai pihak terutama keluarga. Dukungan ini sangat berarti baginya karena dia mendapat semangat untuk tetap istiqamah mengenakan hijab. Raisyya bersyukur memiliki seorang ibu yang bersahaja dan sabar. Sang ibu berjuang seorang diri membesarkan Raisyya dan adiknya.

Ibunya tidak pernah mengenal Islam dan bukan Muslim, sering disindir oleh saudara-saudaranya karena tidak pernah melarang anak perempuan berjilbab. Justru sang ibu mendukung dan merestui keputusannya. Saat itu dia hanya memberi tahu ibunya bahwa dia sedang mempelajari Islam. Kemudian, sang ibu memeluknya dan berkata bahwa Felixia sudah semakin baik dan dewasa.

Di saat seorang mualaf biasanya dibuang atau disisihkan oleh keluarga, bahkan harus menyembunyikan identi tasnya. Felixia justru dirangkul oleh sang ibu. Mungkin, jika ibu dan ayah tidak bercerai, dia akan bernasib sama dengan mualaf lain yang harus bersembunyi. Tetapi, Allah Maha Mengetahui.

Perceraian kedua orang tuanya merupakan sebuah hikmah baginya. Ibunya pun jauh lebih bahagia saat ini. Setelah kedua orang tuanya bercerai, Felixia terpaksa bekerja untuk bisa hidup mandiri dan menjaga adiknya. Setelah lulus SMP, dia mengadu nasib meninggalkan Ipoh dan pergi ke Kuala Lumpur.

Berbekal dengan uang 300 ringgit sebulan dia melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Jika uang bulanannya habis, dia mencari pekerjaan sambilan.

Karena, tidak ingin membebankan ibu nya. Saat itu ibu Felixia hanya memiliki uang simpanan untuk adik-adiknya. Selain itu, dia juga harus mencari uang tambahan untuk uang sekolah adiknya. Dia mulai memikul tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Saat itu, dia tidak memiliki agama. "Saya dibesarkan di keluarga yang tidak percaya kepada tuhan dan agama apa pun," kata dia.

Hingga, dia mengenal dunia modeling dan mulai mencari keberadaan Tuhan. Tapi, saat itu dia belum mengenal, apa itu Islam, seperti apa ajarannya, siapa yang membawanya, dan apa yang membedakannya dengan agama lain.

Mencari Jati Diri Sejak kecil Felixia tidak pernah mengenal agama. Hanya nasihat sang ibu ketika dia belum menjadi mualaf sebagai pedoman hidupnya. Dia selalu mengingat agar tidak menyusahkan orang lain, membiarkan laki-laki memanfaatkannya, tidak berbuat jahat dan tertipu oleh bandar narkoba serta menjaga diri sebaik mungkin.

Namun, ketika berpisah dengan orang tua dia mulai mengikuti gaya hidup sekelilingnya. Tetapi, dia berusaha melindungi diri karena memiliki keteguhan menjadi model adalah untuk mencari nafkah untuk ibu dan adiknya.

Felixia tetap teguh dengan pendiriannya untuk tidak terpengaruh minuman keras, rokok, dan obat-obatan terlarang. Meskipun dia sering kali dipaksa, keteguhan wanita itu telah menyelamatkan dirinya.

Selama 10 tahun kariernya di dunia modeling, dia telah melihat berbagai jenis orang yang hidup yang merasa mewah dan bahagia. Saat itu orang di sekelilingnya mengukur kebahagiaan dengan memiliki banyak teman laki-laki. Mendatangi pesta dan minum hingga bermabuk-mabukkan. Mereka rela hidup dalam pelukan laki-laki tanpa memedulikan harga diri.

"Bagi saya, itu bukan kemewahan yang saya cari. Sebab, apa gunanya memi liki kemewahan, tetapi hidup terasa kosong, tidak bermakna dan bergelimang an dosa, itu bukan kebahagiaan yang saya cari," ujar dia.

Felixia kemudian mulai mendekati ajaran agama dan mendekatinya. Dia pernah pergi ke gereja Katolik setiap ahad petang selama dua tahun. Dia juga per nah mempelajari agama Kristen Protestan dan menyembah Dewa Kuan Yin menjadi penganut Buddha. Tetapi, hatinya tidak pernah merasa dekat dengan Tuhan dan tidak pernah tersentuh.

Sejak dia mengenal ajaran Islam, Felixia merasa lebih berserah dan tenang. Dia hidup sederhana. Uang dan kemewahan tidak lagi terlalu menarik perhatiannya seperti dulu.

Baginya, barang-barang mewah memang bukan hal yang buruk dan bisa jadi itu adalah bonus bagi hidup.Tetapi, uang dan kemewahan tidak dapat membeli rasa taubat, rasa ingin menjadi lebih baik, ketenangan, keridhaan dan kebahagiaan.

Selama tujuh bulan berjilbab dan mengenal Islam, Felixia sering menangisi hidupnya. Penyesalan memotivasinya untuk bertobat dan segera bersyahadat. Hatinya semakin terenyuh ketika dia menonton sebuah video pengakuan seorang wanita memeluk Islam.

Ketika menonton, dia tidak kenal apa itu hidayah. Tetapi, hari itu adalah saat dia meneguhkan hati untuk resmi memeluk Islam. Pada 3 Juli 2014 dan bertepatan dengan 5 Ramadhan 1435 H. Setelah meneguhkan dalam hati ingin memeluk Islam, dia mengucapkan syahdat di depan keluarga terdekat dan kenalannya. Mereka memberi dukungan untuk terus istiqamah.

Berdakwah Melalui Media Sosial Setiap hari, setiap bulan dia selalu menggunakan halaman Instagram untuk menyebarkan pesan tentang keindahan Islam. Tujuannya, untuk menyebarkan dakwah melalui media sosial. "Saya juga menggunakannya sebagai platformuntuk melihat aktivitas amal yang bisa saya ikuti," kata dia.

Media sosial merupakan alat efektif untuk menyebarkan pesan Islam. Ini adalah cara paling efektif untuk menjangkau orang yang bergerak di bawah tanah dan non-Muslim teruta ma mereka yang penasaran dengan Islam.

Media sosial tidak memerlukan pendekatan fisi. Baginya, hanya membutuhkan kata-kata dan cerita untuk berbagai aktivitas keseharian. Ketika menyangkut teknologi, tidak masalah apakah Muslim atau non-Muslim, semua orang dapat menggunakannya seperti kehidupan nyata. Felixia menjelaskan, dia tetap berusaha mengikuti teladan Rasulullah. Meskipun, hingga kini dia masih merayakan budaya etnisnya tahun baru imlek.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement