REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perkembangan Islam di Papua boleh dikatakan berbeda jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia. Hal ini salah satunya dapat dilihat pada bagaimana dakwah Islam di Papua pada era Hindia Belanda.
Dalam buku Muslim Papua karya Dhurorudin Mashad dijelaskan, dakwah dan pendidikan Islam sebelum terintegrasinya Papua ke pangkuan NKRI tidak berkembang pesat. Sebab pada masa itu, dakwah dan pendidikan Islam dikekang pemerintah kolonial Belanda.
Sehingga pendidikan Islam secara formal belum ada di kala itu. Yang ada hanyalah pendidikan Islam secara tradisional melalui pengajian dari masjid ke masjid. Di Kota Sorong misalnya, anak-anak Muslim mempelajari Islam di Masjid Al-Falah yang terletak di Kampung Baru dan Masjid Baiturrahim di Doom.
Melalui media tersebut, pengaruh Islam terhadap kehidupan sosial dan budaya warga Papua adalah memberikan warna baru. Islam mengisi suatu aspek kultural budaya mereka sebab sasaran pertama Islam hanya tertuju kepada keimanan dan kebenaran tauhid.
Oleh karena itu di masa pemerintahan kolonial Belanda, perkembangan Islam sangat lamban di Papua. Lambannya perkembangan Islam di Bumi Cendrawasih itu juga disebabkan minimnya generasi penerus untuk mempertahankan eksistensi Islam di Papua.
Mereka, umat Muslim di masa Hindia Belanda, juga tidak memiliki wadah yang bisa menampung aktivitas keagamaan. Apalagi, sikap pemerintah kolonial Belanda di Papua sangat represif terhadap kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan umat Islam.