Selasa 08 Sep 2020 11:39 WIB

Turki dan Yunani Rebutan Wilayah Kaya Migas

Turki menegaskan hak dan kedaulatannya di Laut Aegea, Mediterania Timur.

Red: Teguh Firmansyah
Foto: Reuters/ABC/Anadolu
Hubungan Turki dan Yunani memanas di Laut Mediterania Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, Pertikaian antara Turki dan Yunani menyangkut klaim wilayah di Laut Aegea Mediterania Timur kian memanas. Turki tak menggubris peringatan Yunani agar menghentikan kapal survei eksplorasi sumber daya alam. Sebaliknya, Ankara menegaskan hak kedaulatannya akan wilayah tersebut. Berikut peta konflik Turki versus Yunani dalam beberapa waktu terakhir.

10 Agustus: Turki mengirim kapal survei eksplorasi ke Mediterania untuk melihat potensi pengolahan minyak dan gas.  

10 Agustus: Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis menggelar pertemuan dengan kepala militer untuk merespons langkah Turki.

24 Agustus: Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menegaskan bahwa Angkatan Laut Turki tidak akan mundur seiring dengan sikap Yunani yang "menanam kekacauan" di laut Mediterania bagian timur.

25 Agustus: Menlu Jerman Heiko Mass bertemu Menlu Turki Mevlu Cavusoglu dan mencoba menengahi konflik Turki-Yunani. Dalam pertemuan itu, Turki bersedia berdialog dengan Yunani tanpa syarat.

25 Agustus: Erdogan menegaskan Turki tak akan membuat konsesi apa pun di perairan Mediterania Timur.

27 Agustus: Mesir dan Yunani meratifikasi perbatasan laut kedua negara. Kesepakatan ini ditengarai sebagai balasan atas perjanjian Turki dengan pemerintahan Tripoli di Laut Mediterania Timur.

28 Agustus: Kanselir Jerman Angela Merkel meminta Turki dan Yunani untuk meredakan ketegangan. Jerman menilai pembahasan zona ekonomi hanya bisa dilakukan bersama-sama.

4 September: Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menyebut Turki dan Yunani siap berdialog.

4 September: Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis menegaskan Yunani hanya akan mulai dialog dengan Turki  jika Ankara menghentikan provokasi. "Negara kami siap berdiskusi tentang demarkasi maritim di Laut Aegea, Mediterania Timur berbasis hukum internasional, bukan ancaman," tegas Mitsotakis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement