REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Atletik berusaha bangkit dengan melakukan persiapan guna menghadapi sejumlah kompetisi yang mulai digulirkan tahun depan. Dari kejuaraan dunia sampai Olimpiade Tokyo.
Sebagai wadah cabor atletik di Indonesia, Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) dituntut memiliki komitmen serius dalam mengatasi tantangan baru ini.
Direktur Pelatnas PB PASI Mustara Musa sempat meminta atlet yang dipulangkan dari pelatnas Maret lalu agar tetap berlatih mandiri di daerahnyal masing-masing sembari menanti rumusan latihan baru untuk beradaptasi dengan masa pandemi.
Gerak cepat perlu dilakukan, mengingat atletik salah satu cabang andalan Indonesia dalam mendulang emas pada tingkat internasional dan olimpiade.
Kendati begitu, PB PASI menilai latihan mandiri pada tahap awal tak semudah perkiraan. Program latihan baru yang belum matang sampai keterbatasan alat latihan menjadi kendala.
PB PASI mengkhawatirkan kondisi ini karena bisa berdampak terhadap kesiapan Indonesia pada kejuaraan dunia dan olimpiade.
Menyiasati temuan itu, PB PASI menyusun program latihan mandiri yang efisien namun efektif dengan tujuan menjaga stamina dan atlet tidak tumpul meski tak berada di lingkungan pelatnas.
Sejumlah acuan protokol kesehatan pun dibuat secara rinci. Misalnya atlet dilarang melakukan latihan di luar ruangan dan hanya dibolehkan berada di sekitar rumah, memperhatikan lokasi latihan, pembatasan waktu latihan, sampai memperhatikan sirkulasi udara di tempat latihan.
Dalam kondisi terbatas, PB PASI terus menggenjot performa atlet agar bisa berlaga maksimal pada kejuaraan kualifikasi dan Olimpiade yang dimundurkan tahun depan.
Batasan itu juga sejalan dengan arahan Badan Atletik Dunia (World Athletics) yang mengeluarkan poin larangan pada program latihan.
Melalui Direktur Pusat Pengembangan Regional Asia Pasifik Ria Lumintuarso, Atletik Dunia mengimbau atlet agar tak melakukan latihan berat selama masa pandemi karena alasan keterbatasan pengawasan dari pelatih.
Ia mengingatkan latihan berat yang rutin dilakukan pada masa normal tak bisa dilakukan sembarangan dan harus diawasi pelatih.
Dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini pun memberi masukan, agar latihan ringan bisa berjalan maksimal, maka atlet dan pelatih harus memiliki pranata daring yang memungkinkan proses pengarahan dan konsultasi berjalan lancar.
Nantinya, pelatih bisa memberikan paket protokol latihan dari kriteria ringan sampai sedang. Bentuk latihan yang diberikan pun beragam, baik untuk membentuk "power" maupun ketahanan stamina, bahkan menyasar asupan gizi.
Kesehatan mental
Bagi atlet profesional, selain dituntut memiliki kemampuan fisik mengesankan, juga harus mempunyai kesehatan psikis yang stabil.
Namun terhentinya musim kompetisi membuat hal itu bisa mempengaruhi kondisi mental atlet yang terbiasa berada dalam lingkungan kompetitif.
Menyikapi hal ini, Psikolog PB PASI Woro Aryati Prawoto mengimbau atlet agar mencari kegiatan alternatif yang disukai agar tidak stres gara-gara kompetisi berhenti.
Berhentinya kegiatan pelatnas dan kejuaraan di berbagai tingkat pun membuat atlet rentan stres karena tak bisa menjalani aktivitas harian seperti biasa, kata dia.
Dari pandangan psikologi, diperlukan tindakan reflektif sebagai alternatif mencari potensi agar atlet bertahan dan menghindari tekanan mental yang bisa dengan menekuni hobi masak, bermain musik, atau berkegiatan di media sosial.
Intinya, atlet harus berusaha menemukan makna hidup baru dan mencari potensi dalam diri sendiri, namun bukan berarti melupakan fungsi dan tugas sebagai atlet.
Hal ini berkaitan dengan daya lenting dari mental seorang atlet. Bukan sekadar tangguh atau tahan menghadapi tekanan, namun juga atlet harus mempunyai kemampuan mengatasi dan bangkit dari keterpurukan dalam kondisi sekarang.
Hal ini diamini atlet senior lari gawang putri Dedeh Erawati, yang menilai berdiam diri akibat pandemi adalah hal yang berat untuk dijalani.
Oleh karena itu, upaya penguatan mental merupakan hal dasar yang dibutuhkan atlet sekembalinya ke pelatnas.
Dia meminta pelatih tidak terlalu membebani atlet saat memulai latihan kembali karena bisa membuat kemampuan atlet menurun drastis akibat lama tak berlatih secara maksimal sebagaimana di pelatnas.
Kembali ke pelatnas
Sebagai tindak lanjut program pelatihan, awal Agustus PB PASI memutuskan kembali memulai program pemusatan latihan nasional dengan memanggil 15 atlet dan 11 pelatih untuk berlatih di Stadion Madya Senayan Jakarta.
Dalam pelatnas ini, para atlet dan pelatih akan mengikuti protokol kesehatan yang sudah dirumuskan PB PASI, termasuk sesuai dengan standar Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) yang mengharuskan peserta pelatnas menjalani uji PCR di Rumah Sakit Olahraga Nasional Cibubur.
Atlet pelatnas akan datang dalam dua gelombang. Gelombang pertama berisi 10 atlet dan lima orang sisanya pada gelombang kedua. Bagi atlet yang terdaftar dalam gelombang I, mereka akan terlebih dulu dites usap untuk memastikan kesehatannya.
Jika peserta dari gelombang I dipastikan sehat, maka baru menyusul atlet dari gelombang II.
Program latihan untuk atlet gelombang pertama dipastikan bisa langsung dimulai meski gelombang kedua belum datang ke pelatnas.
Meski mengalami sejumlah kendala dalam pelaksanaan program latihan pada mas normal baru, atletik Indonesia membuktikan mampu melewati tantangan yang ada.
Pelatnas menjadi prioritas tersendiri bagi PB PASI karena sejumlah agenda internasional diprediksi digelar dalam waktu yang berdekatan tahun depan.
Oleh karena itu, persiapan menyeluruh wajib dilakukan demi mewujudkan target medali emas pada kejuaraan dunia dan Olimpiade Tokyo.