REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa tahun lalu, tim nasional (timnas) Italia mengalami momen kelam. Armada Gli Azzurri gagal lolos ke Piala Dunia 2018 di Rusia.
Publik Italia merasakan kekecewaan mendalam. Salah satu negara terbesar di jagat lapangan hijau absen di ajang terelite. Federasi sepak bola setempat (FIGC) lantas melakukan perubahan. FIGC mengontrak Roberto Mancini sebagai pelatih. Sang allenatore membuang beberapa veteran, di antaranya kiper legendaris Juventus, Gianluigi Buffon.
Dari segi permainan, Mancio, sapaan akrab Mancini, benar-benar revolusioner. Dengan cepat ia mengubah gaya Italia yang dulunya lebih pragmatis, menuju ke sepak bola menyerang. Ia meminta anak asuhnya berani menguasai bola. Ia bahkan mendorong para beknya menekan lawan dengan garis pertahanan tinggi.
Kendati berisiko meninggalkan celah di lini belakang, Mancini tak ingin kembali ke Italia yang tradisional. Hasilnya, tim tersebut melaju mulus selama kualifikasi Piala Eropa 2020. Leonardo Bonucci dkk meraih 100 persen kemenangan dalam 11 laga beruntun.
Setelah itu, sepak bola sempat terhenti lantaran pandemi Covid-19. Ada kekhawatiran Gli Azzurri bakal kehilangan ritme yang sudah terbangun. "Setelah beberapa bulan diisolasi dan menjalani musim panas yang aneh, tak mudah kembali ke jalur," kata kapten timnas Italia Giorgio Chiellini kepada RAI Sport dikutip dari Football Italia.
Tak berlebihan apa yang diutarakan bek tengah 36 tahun itu. Pada Sabtu (5/9) dini hari WIB, catatan kemenangan beruntun Gli Azzurri terhenti. Para gladiator ditahan imbang Bosnia Herzegovina, 1-1, di Stadion Artemio Franchi. Kedua tim tergabung di Grup 1 Liga A UEFA Nations League 2020/2021.
Selanjutnya Italia menuju Belanda. Apa yang terjadi di Negeri Kincir Angin? Pasukan Mancini membungkam De Orange, 1-0, di Johan Cryuff Arena, Amsterdam, Selasa (8/9) dini hari WIB. Italia pun meraih 12 kemenangan dalam 13 laga terakhir di berbagai kompetisi. Sebuah catatan mentereng diukir skuat Gli Azzurri.
"Ini penampilan hebat. Kami bermain dengan karakter. Di sini kami menunjukkan ingin mengendalikan permainan," ujar winger Italia, Lorenzo Insigne.
Kapten klub Napoli itu tak asal bicara. Timnya tampil dominan atas tuan rumah yang lebih terbiasa dengan sepak bola menyerang. Baik dari segi penguasaan bola maupun tembakan ke arah gawang, Italia unggul atas Belanda.
Terlihat revolusi Mancini terus menunjukkan taji. Kegagalan ke Rusia menjadi pelecut tim menuju kebangkitan. Ada kombinasi antara beberapa senior dan para pemain muda.
Dari 23 pemain yang terakhir dipanggil, 15 orang berusia di bawah 30 tahun. Mancini lebih berani menggunakan jasa jugador belia. Saat menghabisi Belanda, ia memberi debut untuk Manuel Locatelli.
Terlihat proyek Mancini berjalan di trek yang benar. Kini ia tinggal mempertahankan ritme yang sudah terbangun. Sebab banyak agenda penting menunggu.
Pada dasarnya Italia sedang berjuang untuk kembali menjadi raksasa sepak bola dunia. Gli Azzurri memiliki reputasi empat kali juara Piala Dunia. Namun setelah menjadi finalis Piala Eropa 2012, para gladiator sempat mengalami penurunan level. Puncaknya ketika gagal ke Rusia.
Setelah mengukir catatan mentereng dari sisi rentetan kemenangan, Mancio kini membutuhkan trofi. Ada dua agenda di depan mata. Selain mengikuti UEFA Nations League, Italia bakal mentas di Piala Eropa 2021.