REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Para menteri luar negeri anggota G7 mengutuk insiden peracunan tokoh oposisi Rusia Alexei Navalny. Mereka menyoroti dipakainya agen saraf dalam peristiwa tersebut.
“Kami, menteri luar negeri G7 Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris Raya. dan Amerika Serikat (AS) serta Perwakilan Tinggi Uni Eropa, bersatu dalam mengutuk, dalam istilah sekuat mungkin, peracunan yang terkonfirmasi Alexei Navalny," kata pernyataan yang dirilis Departemen Luar Negeri AS pada Selasa (8/9).
Mereka mengungkapkan Jerman telah memberi tahu bahwa Navalny diracun menggunakan agen saraf kimia dari kelompok Novichok. Zat tersebut diketahui dikembangkan Rusia, tepatnya pada era Uni Soviet.
"Setiap penggunaan senjata kimia, di mana pun, kapan pun, oleh siapa pun, dalam keadaan apa pun, tidak dapat diterima dan melanggar norma internasional yang melarang penggunaan senjata semacam itu," katanya.
Mereka mendesak Rusia menentukan siapa yang bertanggung jawab atas aksi peracunan Navalny. "Kami akan terus memantau dengan cermat bagaimana Rusia menanggapi seruan internasional untuk penjelasan tentang keracunan mengerikan Navalny," imbuh pernyataan itu.
Sebelumnya Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB Michelle Bachelet mendesak Rusia bersikap kooperatif dan turut menyelidiki kasus peracunan. Menurutnya Moskow memiliki kewajiban mengusut kasus tersebut.
"Ini adalah kewajiban pihak berwenang Rusia untuk menyelidiki sepenuhnya siapa yang bertanggung jawab atas kejahatan ini; kejahatan yang sangat serius yang dilakukan di tanah Rusia," kata Bachelet dalam sebuah pernyataan pada Selasa.
Setelah dirawat selama lebih dari dua pekan dalam keadaan koma di Berlin’s Charite Hospital, Jerman, Navalny mulai siuman. Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan pemerintahannya telah menyimpulkan Navalny diracun menggunakan agen saraf Novichok. Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan negaranya sedang mengkaji kemungkinan menjatuhkan sanksi kepada Rusia atas peracunan Navalny.