REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) melarang ekspor kapas dan tomat dari wilayah Xinjiang, China karena tuduhan bahwa mereka diproduksi menggunakan tenaga kerja paksa. Kapas dan tomat merupakan ekspor utama China.
Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) saat ini sedang mempersiapkan Perintah Pelepasan Penahanan yang dapat menahan pengiriman komoditas tertentu berdasarkan kecurigaan keterlibatan kerja paksa. Undang-undang tersebut ditujukan untuk memerangi perdagangan manusia, pekerja anak, dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya.
"Kami memiliki bukti yang masuk akal bahwa ada risiko kerja paksa dalam rantai pasokan terkait tekstil kapas dan tomat yang keluar dari Xinjiang," kata Asisten Eksekutif Komisaris CBP Brenda Smith kepada Reuters.
Awal tahun ini anggota parlemen AS mengusulkan undang-undang yang mengasumsikan bahwa semua barang yang diproduksi di Xinjiang dibuat dengan kerja paksa. Dengan demikian, barang-barang tersebut memerlukan sertifikasi.
Larangan yang diusulkan itu dapat berdampak luas bagi produsen pakaian, produsen makanan, dan pengecer AS. China memproduksi sekitar 20 persen kapas dunia dan sebagian besar berasal dari Xinjiang. Wilayah itu juga merupakan sumber utama petrokimia dan barang-barang lain yang digunakan oleh pabrik-pabrik China.
Dalam beberapa tahun terakhir, China secara besar-besaran meningkatkan keamanan di Xinjiang, dengan alasan ancaman separatisme dan terorisme. Hingga saat ini satu juta orang di Xinjiang telah ditahan di sejumlah kamp.
China menampik bahwa mereka telah melakukan kekerasan terhadap etnis Uighur di Xinjiang. China mengklaim bahwa kamp tersebut adalah tempat pendidikan kejuruan.