REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Komite Urusan Luar Negeri House of Representative Amerika Serikat (AS) meminta pemerintahan Presiden Donald Trump untuk menyelidiki dugaan peracunan yang dialami oleh pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny. Dalam sebuah pernyataan, Partai Republik dan Partai Demokrat dalam komite tersebut sepakat menjatuhkan sanksi jika Rusia terbukti terlibat dalam insiden peracunan itu.
"Jika pemerintah Rusia terbukti menggunakan senjata kimia terhadap salah satu warganya, maka sanksi harus diberlakukan," ujar pernyataan Eliot Engel dari Demokrat dan Michael McCaul dari Republik dalam sebuah surat untuk Trump.
Gedung Putih tidak menanggapi komentar terkait surat yang dikirimkan oleh Komite Urusan Luar Negeri tersebut. Pekan lalu, Trump mengatakan pihaknya belum melihat bukti yang cukup bahwa Navalny telah diracun.
Setelah dirawat selama lebih dari dua pekan dalam keadaan koma di Berlin’s Charite Hospital, Jerman, Navalny mulai siuman. Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan pemerintahannya telah menyimpulkan Navalny diracun menggunakan agen saraf Novichok.
Navalny diterbangkan ke Jerman pada bulan lalu setelah pingsan dalam penerbangan kembali ke Moskow dari Siberia. Dia diduga mengalami keracunan setelah meminum secangkir teh yang diracun selama penerbangan. Namun, Moskow tidak mau mempercayai temuan racun di tubuh Navalny oleh Jerman karena dinilai tidak cukup bukti.
Sebelumnya, racun Novichok juga digunakan untuk menyerang mantan agen mata-mata Rusia, Sergei Skripal dan putrinya di kota Salisbury, Inggris pada 2018. Novichok adalah jenis racun yang mematikan dan dikembangkan oleh militer Soviet pada 1970an dan 1980an.
Dilansir BBC, senjata kimia generasi keempat itu dikembangkan secara rahasia dan diberi kode program "Foliant". Pada 1999, pejabat Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) terbang ke Uzbekistan untuk membantu perlucutan fasilitas uji coba senjata kimia terbesar milik Soviet.