Rabu 09 Sep 2020 16:56 WIB

Reaksi Negatif Relawan Vaksin Covid-19, Apa Artinya?

Saat ini hampir 180 kandidat vaksin Covid-19 sedang diuji di seluruh dunia.

Uji klinis vaksin Covid-19 sedang dikembangkan oleh sejumlah perusahaan dan negara di dunia. Perusahaan AstraZeneca namun harus menunda uji klinis vaksinnya setelah seorang relawan mengalami reaksi negatif.
Foto: AP Photo/Hans Pennink
Uji klinis vaksin Covid-19 sedang dikembangkan oleh sejumlah perusahaan dan negara di dunia. Perusahaan AstraZeneca namun harus menunda uji klinis vaksinnya setelah seorang relawan mengalami reaksi negatif.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fergi Nadira, Indira Rezkisari

Uji klinis terakhir untuk vaksin virus corona yang dikembangkan oleh AstraZeneca dan Universitas Oxford ditunda setelah seorang sukarelawan mengalami reaksi negatif di Inggris. AstraZeneca mendeskripsikan efek dari uji vaksin ini sebagai jeda rutin dalam kasus penyakit yang tidak dapat dijelaskan.

Baca Juga

Hasil uji coba vaksin memang sedang diawasi dengan ketat di seluruh dunia. Vaksin AstraZeneca-Oxford University dipandang sebagai pesaing kuat di antara belasan vaksin yang sedang dikembangkan secara global.

Inggris memiliki harapan tinggi bahwa vaksin tersebut mungkin menjadi salah satu yang pertama datang di pasar, setelah pengujian tahap 1 dan 2 yang berhasil. Dilansir laman BBC, perpindahannya ke pengujian Fase 3 dalam beberapa pekan terakhir telah melibatkan sekitar 30 ribu peserta di AS serta di Inggris, Brasil, dan Afrika Selatan. Uji coba fase 3 dalam vaksin seringkali melibatkan ribuan peserta dan dapat berlangsung selama beberapa tahun.

Stat News, situs web kesehatan yang pertama kali mengungkap berita itu, mengatakan rincian reaksi merugikan peserta Inggris tidak segera diketahui, tetapi mengutip sumber yang mengatakan mereka diharapkan pulih. Juru bicara AstraZeneca, perusahaan yang bekerja dengan tim dari Universitas Oxford, mengatakan bahwa uji coba telah dihentikan untuk meninjau penyakit yang berpotensi tidak dapat dijelaskan di salah satu peserta.

Juru bicara tersebut menekankan bahwa reaksi merugikan hanya dicatat pada satu peserta. Menurutnya, uji coba berhenti adalah hal biasa selama pengembangan vaksin.

"Sebagai bagian dari uji coba global acak terkontrol vaksin virus corona Oxford yang sedang berlangsung, proses peninjauan standar kami dipicu dan kami secara sukarela menghentikan vaksinasi untuk memungkinkan peninjauan data keamanan oleh komite independen," kata juru bicara itu seperti dikutip laman Guardian, Rabu (9/9).

"Ini adalah tindakan rutin yang harus dilakukan setiap kali ada penyakit yang berpotensi tidak dapat dijelaskan di salah satu uji coba, saat sedang diselidiki, memastikan kami menjaga integritas uji coba. Dalam uji coba besar, penyakit akan terjadi secara kebetulan tetapi harus ditinjau secara independen untuk memeriksanya dengan cermat," ujarnya menjabarkan.

Uji coba vaksin AstraZeneca juga dilakukan di Amerika Serikat. Di Negara Paman Sam, AstraZeneca telah merekrut 30 ribu relawan untuk uji coba terbesar untuk vaksinnya pada bulan lalu. Juru bicara perusahaan mengonfirmasikan bahwa penundaan uji coba terjadi pula di Amerika.

Menurut AstraZeneca, masalah dalam uji coba ini bisa jadi merupakan suatu kebetulan. Orang bisa sakit apa saja selama masa uji coba yang melibatkan ribuan orang.

"Kami sedang bekerja untuk mempercepat peninjauan peristiwa tunggal untuk meminimalkan potensi dampak pada jadwal uji coba," kata pernyataan perusahaan, seperti dikutip AP.

"Sepertinya penyakit yang tidak dapat dijelaskan itu cukup serius sehingga memerlukan rawat inap dan bukan efek samping ringan seperti demam atau nyeri otot," kata Deborah Fuller, seorang peneliti University of Washington yang sedang mengerjakan vaksin Covid-19 berbeda yang belum memulai pengujian pada manusia.

Meski begitu, Fuller menyebut, ini bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Dia meyakinkan bahwa perusahaan menghentikan sementara studi justru untuk mencari tahu apa yang terjadi dan dengan cermat memantau kesehatan peserta studi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan hampir 180 kandidat vaksin sedang diuji di seluruh dunia. Namun belum ada yang menyelesaikan uji klinis. WHO mengatakan tidak mengharapkan vaksin memenuhi pedoman kemanjuran dan keamanannya untuk disetujui tahun ini, sebab waktu yang dibutuhkan untuk mengujinya dengan aman adalah panjang.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Thomas Cueni, direktur jenderal Federasi Internasional Produsen Farmasi. Badan industri mewakili perusahaan yang menandatangani janji.

Meskipun demikian, China dan Rusia telah mulai menginokulasi beberapa pekerja kunci dengan vaksin yang dikembangkan di dalam negeri. Semuanya masih terdaftar oleh WHO sebagai dalam uji klinis.

Sementara itu, regulator nasional AS, Food and Drug Administration (FDA), telah menyarankan agar vaksin virus corona dapat disetujui sebelum menyelesaikan uji klinis fase ketiga. Pekan lalu juga terungkap bahwa Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS telah mendesak negara bagian untuk mempertimbangkan pengabaian persyaratan tertentu agar siap mendistribusikan vaksin potensial paling lambat 1 November atau dua hari sebelum pemilihan presiden 3 November.

Meskipun Presiden Trump telah mengisyaratkan bahwa vaksin mungkin tersedia sebelum pemilihan, saingannya dari Partai Demokrat Joe Biden telah menyatakan keraguannya tentang Trump yang akan mendengarkan para ilmuwan dan menerapkan proses yang transparan atau tidak.

Sembilan petinggi perusahaan farmasi yang sedang mengembangkan vaksin Covid-19 menandatangani pakta untuk mendukung kepercayaan publik terhadap vaksin. Perusahaan-perusahaan tersebut menyatakan akan menjunjung etika tinggi dan standar saintifik dalam pengujian dan produksi termasuk menjadi kesehatan penerima vaksin prioritas utama.

Pengumuman tersebut keluar akibat kekhawatiran Presiden Donald Trump akan menekan FDA untuk menyetujui vaksin sebelum bisa dipastikan aman dan efektif. Presiden pasalnya telah berulang kali mengatakan, vaksin bisa digunakan pada akhir tahun bahkan Oktober paling cepat. Kantor Presiden juga menekan agenda itu dengan memberi tajuk 'Operasi Kecepatan Warp', sebuah program akselerasi bagi pengembangan dan produksi vaksin.

Pejabat kesehatan Amerika meragukan data keamanan dan keefektifan vaksin bisa tersedia sebelum November. Mereka kuatir jika orang Amerika justru akan menghindari vaksin karena tidak percaya kepadanya. Maka Covid-19 justru akan makin sulit dikontrol.

Pakta tersebut ditandatangani, Rabu (9/9), oleh CEO perusahaan Amerika seperti Johnson & Johnson, Merck, Moderna, Novavax dan Pfizer. Lalu perusahaan Eropa yaitu AstraZeneca, BioNTech, GlaxoSmithKline dan Sanofi. BioNTech telah bermitra dengan Pfizer di salah satu dari tiga vaksin yang kinin sudah memasuki tahap final di pengetesan pada manusia.

Perusahaan-perusahaan tersebut akan meminta persetujuan atau otorisasi bagi penggunaan darurat, hanya setelah mereka memastikan vaksin bekerja dan aman. Terutama setelah melalui uji klinis tahap akhir di manusia, dilansir dari AP.

photo
Daftar obat yang diberikan untuk pasien Covid-19. - (Republika)

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement