Pembatasan Indonesia oleh 59 Negara Harus Jadi Cambuk

Pembatasan dikhawatirkan berdampak pada ekonomi, terutama bantuan dari luar negeri

Rabu , 09 Sep 2020, 18:10 WIB
Ilustrasi Covid-19
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga dari Indonesia dilarang masuk oleh 59 negara akibat buruknya penularan Covid-19 di Indonesia. Hal ini diharapkan bisa menjadi cambuk bagi Indonesia yang masih kewalahan menghadapi penularan Covid-19.

"Ini menjadi cambuk untuk kita bahwa angka penularan di Indonesia ini sudah tinggi, nembus 200 ribu ini tidak main-main," kata Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani dalam pesan yang diterima Republika, Rabu (9/9).

Ia menilai, kebijakan yang dilakukan 59 Negara tersebut bisa dipahami. Penerapan pembatasan masuk menjadi hak tiap negara, yang juga punya kewajiban melindungi warga negaranya mengingat angka penularan dari negara lain juga tinggi.

"Sah juga bagi Indonesia untuk menerapkan hal yang sama kepada negara-negara yang masuk dalam kategori high risk," ujar Christina.

Christina menyebut berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meredam laju penularan. Namun faktanya, jumlah kasus positif tak kunjung menurun. Di samping itu, ia juga menyebut kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan masih minim.

"Banyak yang memakai masker hanya untuk melewati pos pemeriksaan, banyak yang memakai masker dengan hidung masih terekspos," ujar Politikus Golkar itu.

Terkait pembatasan oleh 59 negara ini, Christina mengaku akan menanyakan pada Menteri Luar Negeri. "Kami juga akan menanyakan kepada Menlu upaya yang sudah dan akan dilakukan dalam rapat pagi ini, untuk mengantisipasi dampak larangan entry ke negara-negara tersebut," kata dia menegaskan.

Anggota Komisi I dari Fraksi PKB Syaifullah Tamliha menilai, keputusan 59 negara yang menutup pintu bagi WNI nantinya akan berdampak negatif terhadap citra, harkat dan martabat Indonesia di pentas internasional. "Bisa saja persepsi dunia akan mengatakan bahwa kita adalah negara yang tidak disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan yg telah dipandu oleh WHO dan Menteri Kesehatan kita sendiri," kata Tamliha.

Tamliha menambahkan, pembatasan ini dikhawatirkan berdampak pada sektor ekonomi, terutama bantuan dari luar negeri dan berpengaruh terhadap bursa saham dan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.