REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Radikalisme dalam dua dekade terakhir ini makin banyak digaungkan. Istilah ini pun kerap disandingkan dengan agama atau menyudutkan satu kaum tertentu.
Istilah radikalisme sendiri dalam berbagai macam diskursus kerap berusaha dijabarkan. Luasnya makna radikalisme ini pun muncul dalam pengertian filosofis, namun sayangnya tidak mampu ditangkap khalayak dengan baik.
Mari kita tangkap salah satu pengertian radikalisme menurut Tohir Bawazir dalam bukunya berjudul Top 10 Masalah Islam Kontemporer. Radikalisme dalam bahasa Arab disebut At-Tatharruf yang berarti sesuatu yang berada di pinggir. Alias lawan kata tengah atau moderat.
Menurut definisi para ahli, istilah radikalisme ini adalah suatu ideologi (baik ide atau gagasan) yang ingin melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan kekerasan yang ekstrem. Kelompok radikal, kata Tohir, umumnya menginginkan perubahan secara cepat dan drastis.
Adapun ciri yang paling menonjol dari kelompok radikal adalah, mereka mudah menyalahkan dan menyesatkan hal-hal yang berbeda dengan keyakinan kelompoknya. Tapi jangan salah, sikap radikal sejatinya adalah sikap politik yang bisa menghinggapi kelompok manapun, dari agama manapun.
Dari penjelasan tersebut, Tohir mengambil kesimpulan bahwa radikalisme merupakan sikap yang bertentangan dengan sikap moderat. Baik dalam konteks beragama, bersosial, ataupun dalam berpolitik.
Sehingga seyogianya pemahaman mengenai radikalisme ini tidak selalu dinarasikan sebagai suatu hal yang acap kali dikonotasikan dalam agama semata. Apalagi jika sampai menyudutkan agama tertentu. Wallahu a'lam