Rabu 09 Sep 2020 19:51 WIB

Jalan Takwa Rabi'ah al Adawiyah (2-Habis)

Hingga akhir hayatnya, Rabi'ah al Adawiyah berada di jalan sufi.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Muhammad Hafil
Jalan Takwa Rabi'ah al Adawiyah. Foto: Muslimah (Ilustrasi)
Foto: Mgrol120
Jalan Takwa Rabi'ah al Adawiyah. Foto: Muslimah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Demikianlah, sepanjang hidupnya Rabi'ah al-Adawiyah tidak pernah menikah, meskipun parasnya termasuk cantik. Menurut Sururin, Rabi'ah melajang bukan karena semata-mata zuhud terhadap pernikahan itu sendiri, melainkan juga kehidupan secara keseluruhan. Beberapa sarjana, seperti Schimmel, menghubungkan keputusan Rabi'ah tersebut dengan konteks Basrah sebagai tempatnya dibesarkan. Sebab, Basrah sebelum Islam datang merupakan daerah dengan pengaruh Nasrani yang kuat.

Ada kemungkinan Rabi'ah berusaha meniru Maryam (Bunda Maria), yakni sosok perempuan mulia yang hidup perawan sepanjang hayatnya. Apa pun dugaan di balik keputusan Rabi'ah, yang pasti ia telah mantap mencurahkan seluruh hidupnya hanya beribadah kepada Allah. Rabi'ah telah mencapai satu titik di mana sang kekasih hanyalah Allah SWT.

Baca Juga

Rabi'ah al-Adawiyah diperkirakan wafat dalam usia 90 tahun. Bagi pandangan orang biasa, kehidupan Rabi'ah begitu sunyi atau menyedihkan. Namun, Rabi'ah telah membebaskan dirinya dari penghambaan terhadap dunia. Sejak dewasa hingga akhir hidupnya, perempuan tersebut berada dalam jalan sufi. Martabatnya terangkat sebagai sufi yang diliputi ketakwaan, rasa tulus dan ikhlas dalam menjalani kehidupan. Ia telah mencapai tingkat makrifat. Seorang penulis, Qandil, mendeskripsikan Rabi'ah sebagai perempuan yang hatinya dipenuhi hikmah dan akalnya disinari ilmu laduni. Di samping sufi, ia juga menguasai ilmu fikih, ilmu tafsir, dan hadis. Para ulama banyak yang berdiskusi kepadanya dalam majelis-majelis. Rabi'ah pun masyhur dengan sebutan ulama sufi yang luhur.ed: nashih nashrullah.

Harum Wangi

Fariduddin al-Attar menggambarkan bagaimana Rabi'ah saat menjelang ajalnya. Kawan yang menunggunya meninggalkan kamar tempat Rabi'ah sedang berbaring menghadapi sakaratul maut. Dari luar, terdengar suara Rabi'ah yang sedang bergumam, Wahai jiwa yang damai, kembalilah kepada Penciptamu dengan bahagia. Kata-kata ini merujuk pada Alquran surah al-Fajr ayat 27-30, yakni Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai, lalu masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.

Jasad Rabi'ah al-Adawiyah dimakamkan di rumah tempatnya meninggal dunia. Lokasinya termasuk Kota Basrah. Kala jenazahnya diusung ke liang lahat, lautan manusia mengiringi. Mereka berasal dari beragam kalangan, mulai dari pemimpin politik, ulama, para sufi, dan kaum papa. Kehidupan sang salik tidak hanya menggetarkan orang Islam atau generasi sezamannya. Orientalis Louis Massignon memuji perikehidupan Rabi'ah sebagai suatu kehidupan yang menyebarkan harum wangi ke orang-orang sekitarnya. Sampai kini, ajaran-ajaran tasawuf salik perempuan tersebut masih bergema dan dipelajari, khususnya mengenai cinta (mahabbah) dan kedekatan (al-uns) kepada Allah.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement