REPUBLIKA.CO.ID, oleh Adinda Pryanka, Meiliza Laveda, Antara
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebutkan, ekonomi Indonesia sudah pasti mengalami resesi. Keyakinan ini setelah adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total yang diberlakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Bhima menuturkan, PSBB total di ibu kota akan menyebabkan kegiatan ekonomi terhenti, terutama dari sisi konsumsi rumah tangga. Sementara itu, kontribusi Jakarta sendiri terhadap perekonomian Indonesia sangat signifikan, yakni sekitar 17 sampai 18 persen.
Oleh karena itu, PSBB total yang diberlakukan di Jakarta pasti akan berdampak besar terhadap ekonomi nasional. Khususnya dari aspek konsumsi yang selama ini menjadi motor penggerak ekonomi utama Indonesia. "Imbasnya, dengan ada PSBB (total) ini, kuartal ketiga kita dipastikan akan masuk resesi," ujar Bhima saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (10/9).
Secara riil, dampaknya terutama dirasakan pada industri. Bhima menjelaskan, pendapatan ritel maupun sektor manufaktur akan mengalami penurunan secara drastis, setelah sempat tumbuh pada PSBB transisi beberapa bulan terakhir.
Bhima sendiri belum memiliki proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga. Tapi, ia menyebutkan, prediksi Menteri Keuangan Sri Mulyani yang memperkirakan ekonomi periode Juli sampai September tumbuh minus dua persen hingga nol persen masih jauh dari realistis. "Itu sebelum ada PSBB yang ketat. Setelahnya, (kontraksi) akan lebih dalam)," tuturnya.
Tapi, Bhima menuturkan, PSBB ketat memang sudah harus dilakukan. Sebab, pelonggaran aktivitas dengan penyebaran virus corona yang masih tinggi juga akan percuma, baik bagi ekonomi maupun kesehatan Indonesia.
Bhima berharap, penerapan PSBB total akan efektif menekan penyebaran Covid-19 di ibu kota. Dengan begitu, ekonomi akan bisa rebound yang bisa berdampak positif pada kesejahteraan masyarakat juga. "Paling tidak kuartal pertama 2021 sudah di atas dua persen, jadi tidak sampai masuk ke depresi," katanya.
PSBB Jakarta akan diberlakukan mulai Senin mendatang (14/9). Sejumlah warga menanggapi keputusan kembalinya DKI ke kondisi saat awal virus corona menyerang.
Seorang pengendara ojek daring, Yanto mengaku takut lantaran pendapatannya akan turun seperti awal PSBB diterapkan. "Saya takut, saya bingung. Nggak tahu harus ngomong apa. Baru saja sekarang pemasukannya lebih mendingan daripada awal PSBB. Eh balik lagi diterapkan," kata Yanto, Kamis (10/9).
Menurut Yanto, jika akan diterapkan lagi, pemerintah harus memberikan bantuan kepada masyarakat yang terdampak. Selama ini, kata dia bantuan pemerintah tidak merata. Yanto termasuk salah seorang yang tidak mendapat bantuan.
Yanto berharap agar penerapan PSBB nanti tak mengganggunya dalam mencari penumpang nanti. "Nanti kalau diterapin lagi, ojek daring jangan dibatasi lah bawa penumpang. Karena pemasukan dari antar barang dan makanan saja nggak cukup," kata dia.
Seorang pegawai kantor, Salsa, berkomentar sebaliknya. Ia menuturkan penerapan PSBB total merupakan keputusan tepat. Sebab, angka kasus Covid-19 semakin tinggi saat ini.
Selain itu, dia juga setuju lantaran penerapan PSBB total ini guna mengerem angka kasus Covid-19. Menurutnya, masyarakat masih abai dalam menerapkan protokol kesehatan. Tak jarang, masih banyak ditemukan warga yang tidak menggunakan masker.
"Harus ditotalin gini. Saya lihat sekarang pun masih banyak yang nggak pakai masker. Tadi saja pas beli makan di luar, ada bapak-bapak bawa anak bayi tapi anaknya nggak pakai masker," ujar dia.
Dia berharap pemerintah menerapkan PSBB total tidak dalam jangka waktu yang singkat. Sebab, kata dia PSBB transisi merupakan penindakan yang tidak tuntas.
"Harusnya nggak ada PSBB transisi. PSBB saja. Dari awal semua masyarakat kan memang terdampak ekonominya, ya pemerintah harus lebih memberikan bantuan lagi. Jadi nggak kayak sekarang, baru saja mulai normal, eh diterapkan PSBB lagi. Kayak PHP (harapan palsu)," ujar dia.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kemarin resmi menginjak rem darurat yang mencabut kebijakan PSBB transisi dan memberlakukan kembali PSBB total. "Dengan melihat keadaan darurat ini di Jakarta, tidak ada pilihan lain selain keputusan untuk tarik rem darurat. Artinya kita terpaksa berlakukan PSBB seperti awal pandemi. inilah rem darurat yang harus kita tarik," kata Anies dalam keterangan pers yang disampaikan di Balai Kota Jakarta, Rabu malam.
Alasan Anies untuk mengambil keputusan tersebut bagi Jakarta, karena tiga indikator yang sangat diperhatikan oleh Pemprov DKI Jakarta. Yaitu tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU khusus Covid-19 dan tingkat kasus positif di Jakarta.
"Dalam dua pekan angka kematian meningkat kembali, secara persentase rendah tapi secara nominal angkanya meningkat kembali. Kemudian tempat tidur ketersediaannya maksimal dalam sebulan kemungkinan akan penuh jika kita tidak lakukan pembatasan ketat," ucap Anies.
Pemberlakuan kembali PSBB yang diperketat ini mulai 14 September 2020 namun belum diketahui kapan berakhirnya.
Diketahui, angka rataan kasus positif (positivity rate) Covid-19 di Jakarta adalah 13,2 persen atau di atas ketentuan aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di bawah angka lima persen. Berdasarkan data dari Pemprov DKI Jakarta, kasus aktif di Jakarta yang masih dirawat atau diisolasi sampai saat ini Rabu (9/9) sebanyak 11.245. Sedangkan, jumlah kasus konfirmasi secara total di Jakarta sampai hari ini sebanyak 49.837 kasus, sementara 37.245 orang dinyatakan telah sembuh dan total 1.347 orang meninggal dunia.
Sementara itu, untuk data tempat tidur, berdasarkan data yang diterbitkan Dinas Kesehatan DKI pada Rabu (8/9), untuk isolasi harian Covid-19 di 67 RS rujukan adalah sekitar 77 persen dari kapasitasnya saat ini sebanyak 4.456 tempat tidur. Dengan demikian, hanya tersisa sekitar 1.024 tempat tidur isolasi harian untuk penanganan paparan dari Virus Novel Corona jenis baru ini.
Sementara itu, okupansi tempat tidur ICU mencapai 83 persen dari kapasitasnya sejumlah 483 tempat tidur, atau hanya menyisakan sekitar 83 unit ICU di 67 Rumah Sakit Rujukan untuk penanganan paparan Virus Novel Corona jenis baru ini.